Oleh : Kakek Jhosy
Hukum Onani atau Masturbasi
Dalam kitab AS-Showi ‘ala Syarhi Tafsir al-Jalalain onani adalah merangsang kemaluan sendiri untuk mencapai orgasme (bagi laki-laki) dan bagi perempuan disebut masturbasi.
Bagaimanakah hukum dari masturbasi atau onani?
(1) Haram, menurut Imam Malik, Imam syafi’i, dan Imam Abu Hanifah
(2) Boleh, menurut Imam Ahmad bin Hambal tetapi dengan tiga syarat:
(1) Khawatir akan melakukan perzina’an.
(2) Tidak mampu menikah (tidak punya mahar untuk menikahi wanita)
(3) Dengan menggunakan tangannya sendiri, tidak menggunakan tangan orang lain.
***********
Dalam menyikapi perbuatan onani ini, didalam kitab Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah dikalsifikasikan dalam beberapa kondisi, antara lain 3 hal
(1) Kondisi tanpa ada kebutuhan (hajat) dengan tangannya sendiri Dalam kondisi ini, dari madzhab Malikiyah,Syafi’iyah, dan Hanabilah sepakat bahwa hukum onani adalah haram. Karena dalam al-Qur’an ayat 5-6 Surat al-Mu’minun dan diperkuat dalam ayat 7 : dalam surat yang sama bahwa hanya ada dua hal yang diperbolehkan untuk berjima’ yaitu dengan isteri dan budaknya, tidak diperbolehkan dengan selain itu (termasuk masturbasi / onani/ istimna') karena dengan tangan atau alat selain kelamin isteri atau budaknya) Pendapat ini didukung sebuah qoul dari kalangan ulama' Hanafiyah. Sedangkan menurut madzhab Hanafi (qoul madzhab) ImamAhmad dan Imam Atho' dalam sebuah riwayat menyatakan hukum onani adalah makruh. Hukum makruh menurut madzhab Hanafiyah di beri catatan makruh yang diharamkan.
(2) Kondisi takut melakukan zina Menurut Hanafiyah dan Hanabilah dalam qoul madzhab (qoul yang diterima dimadzhab tersebut) hukum onani dalam kondisi ini tidak ada masalah . artinya dilegalkan. Imam Al Mirdawi bahkan mengatakan wajibnya onani dalam kondisi ini, karena kondisi ini adalah kondisi yang melebihi dari sekedar kondisi terpaksa. Sedangkan menurut Syafi’iyah hukum onani dalam kondisi ini adalah haram. Karena hanya sekedar hajat dan syariat telah mengharamkan hal itu, kecuali tidak ada jalan lain untuk menghindari zina, toh masih ada cara lain untuk menghindar dari zina, yaitu dengan berpuasa misalnya
(3) Kondisi tidak ada jalan lain untuk menghindar dari zina Madzhab Hanafiyah, Syafi’yah dan Hanabilah sepakat ketika dalam kondisi ini maka hukum onani adalah legal, karena untuk menghindari zina yang lebih besar nilai dosanya. Sedangkan menurut Madzhab Malikiyah hukum onani tetap haram ditakutkan zina ataupun tidak, sedangkan apabila hanya dengan istimna’ jalan satu-satunya untuk menghindari zina, maka didahulukan melakukan onani dari pada zina karena mengedepankan mafsadah yang lebih ringan dari dua hal mafsadah.
Referensi
AS-Showi ‘ala Syarhi Tafsir al-Jalalain juz 3 halaman 112.
قَوْلُهُ كَاْلاِسْتِمْناَءِ بِالْيَدِّ أَيْ فَهُوَ حَرَامٌ عِنْدَ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيْ وَأَبِيْ حَنِيْفَةَ فَقَالَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلْ يَجُوْزُ بِشُرُوْطِ ثَلاَثَةِ أَنْ يَخَافَ الزِّناَ وَأَنْ لاَ يَجِدَ مَهْرَ حُرَّةٍ أَوْ ثَمَنَ أَمَّةٍ وَأَنْ يَفْعَلَهُ بِيَدِهِ لاَ بِيَدِ أَجْنَبيِّ أَوْ اَجْنَبِيَّةِ .
Referensi
فقد جاء في الموسوعة الفقهية الكويتية ما نصه
لاِسْتِمْنَاءِ الرَّجُل بِيَدِهِ حَالاَتٌ
الْحَالَةُ الأْولَى : الاِسْتِمْنَاءُ لِغَيْرِ حَاجَةٍ :اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِي حُكْمِ اسْتِمْنَاءِ الرَّجُل بِيَدِهِ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ فَذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ فِي الْمَذْهَبِ وَالْحَنَفِيَّةُ فِي قَوْلٍ إِلَى أَنَّ الاِسْتِمْنَاءَ مُحَرَّمٌ ؛ لِقَوْل اللَّهِ تَعَالَى ( وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ ) وَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ فِي الْمَذْهَبِ وَأَحْمَدُ فِي رِوَايَةٍ وَعَطَاءٌ إِلَى أَنَّهُ يُكْرَهُ، وَقَيَّدَ الْحَنَفِيَّةُ الْكَرَاهَةَ بِالتَّحْرِيمِ حَيْثُ صَرَّحُوا بِأَنَّهُ مَكْرُوهٌ تَحْرِيمًا، وَقَال أَحْمَدُ فِي رِوَايَةٍ نَقَلَهَا ابْنُ مَنْصُورٍ: لاَ يُعْجِبُنِي بِلاَ ضَرُورَةٍ
الْحَالَةُ الثَّانِيَةُ: الاِسْتِمْنَاءُ لِخَوْفِ الزِّنَا : اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِي حُكْمِ الاِسْتِمْنَاءِ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ: فَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ فِي الْمَذْهَبِ إِلَى أَنَّ مَنِ اسْتَمْنَى فِي هَذِهِ الْحَالَةِ لاَ شَيْءَ عَلَيْهِ ، وَعَبَّرَ الْحَنَفِيَّةُ عَنْ هَذَا الْمَطْلَبِ بِقَوْلِهِمُ : الرَّجَاءُ أَلاَّ يُعَاقَبَ
قَال الْمِرْدَاوِيُّ: لَوْ قِيل بِوُجُوبِهِ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ لَكَانَ له وَجْهٌ كَالْمُضْطَرِّ ، بَل أَوْلَى لأِنَّهُ أَخَفُّ، وَعَنْ أَحْمَدَ: يُكْرَهُ
قَال مُجَاهِدٌ: كَانُوا يَأْمُرُونَ فِتْيَانَهُمْ أَنْ يَسْتَغْنُوا بِالاِسْتِمْنَاءِ وَذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ وَأَحْمَدُ فِي رِوَايَةٍ إِلَى أَنَّهُ يَحْرُمُ وَلَوْ خَافَ الزِّنَا ؛ لأِنَّ الْفَرْجَ مَعَ إِبَاحَتِهِ بِالْعَقْدِ لَمْ يُبَحْ بِالضَّرُورَةِ ، فَهُنَا أَوْلَى ، وَقَدْ جَعَل الشَّارِعُ الصَّوْمَ بَدَلاً مِنَ النِّكَاحِ، وَالاِحْتِلاَمُ مُزِيلٌ لِشِدَّةِ الشَّبَقِ، مُفَتِّرٌ لِلشَّهْوَةِ وَهَذَا مَا يُؤْخَذُ مِنْ عِبَارَاتِ الشَّافِعِيَّةِ حَيْثُ يُحَرِّمُونَ الاِسْتِمْنَاءَ إِلاَّ إِذَا تَعَيَّنَ طَرِيقًا لِدَفْعِ الزِّنَا
الْحَالَةُ الثَّالِثَةُ: الاِسْتِمْنَاءُ عِنْدَ تَعَيُّنِهِ طَرِيقًا لِدَفْعِ الزِّنَا
ذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ وَالشَّافِعِيَّةُ إِلَى جَوَازِ الاِسْتِمْنَاءِ إِذَا تَعَيَّنَ طَرِيقًا لِلْخَلاَصِ بِهِ مِنَ الزِّنَا وَصَرَّحَ الْمَالِكِيَّةُ بِأَنَّ اسْتِمْنَاءَ الشَّخْصِ بِيَدِهِ حَرَامٌ، خَشِيَ الزِّنَا أَمْ لاَ، لَكِنْ إِذَا لَمْ يَنْدَفِعْ عَنْهُ الزِّنَا إِلاَّ بِالاِسْتِمْنَاءِ قَدَّمَهُ عَلَى الزِّنَا ارْتِكَابًا لأِخَفِّ الْمَفْسَدَتَيْنِ. انتهى
Referensi
المجموع محيى الدين النووي - ج ٧ - الصفحة ٢٩٢
وأما) الاستمناء باليد فحرام بلا خلاف لأنه حرام في غير الاحرام ففي الاحرام أولى. فان استمنى المحرم فأنزل فهل تلزمه الفدية فيه وجهان (الصحيح) المشهور لزومها وبه قطع الماوردي وقطع به المصنف في الباب الذي بعدها وقطع به أيضا المصنف في التنبيه وآخرون لأنه مباشرة محرمة فأشبه مباشرة المرأة (والثاني) لا فدية حكاه امام الحرمين عن حكاية العراقيين وحكاه أيضا الفوراني والقاضي حسين والمتولي والبغوي وآخرون لأنه استمتاع ينفرد به فأشبه الانزال بالنظر فإنه لا فدية فيه. قال البغوي ويجري الوجهان في تقبيل الغلام بالشهوة (الأصح) وجوب الفدية (والثاني) لا: قلت والصواب في الغلام القطع بالوجوب لأنها لغيره وهي حرام فأشبهت مباشرة المرأة بخلاف الاستمناء فإنه ليس فيه مباشرة لغيره والله أعلم
Referensi
وقال الشافعي في الأم الجزء الخامس ص ١٠١
باب الاستمناء قال الله عزوجل (والذين هم لفروجهم حافظون * إلا على أزواجهم) قرأ إلى (العادون) (قال الشافعي) فكان بينا في ذكر حفظهم لفروجهم إلا على أزواجهم أو ما ملكت أيمانهم تحريم ما سوى
الازواج وما ملكت الايمان وبين أن الازواج وملك اليمين من الادميات دون البهائم ثم أكدها فقال عز وجل
(فمن ابتغى وراء ذلك فأولئك هم العادون) فلا يحل العمل بالذكر إلا في الزوجة أو في ملك
اليمين ولا يحل الاستمناء والله تعالى أعلم وقال في قول الله تعالى (وليستعفف الذين لا يجدون نكاحا حتى يغنيهم الله من فضله) معناها والله أعلم ليصبروا حتى يغنيهم الله تعالى وهو كقوله في مال اليتيم (ومن كان غنيا فليستعفف) ليكف عن أكله بسلف أو غيره
Referensi
قال شارح مختصر الشيخ خليل في كتابه مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل – وهو كتاب في الفقه المالكي الجزء الثامن ص ٢٩٨
فَائِدَةٌ : قَالَ فِي التَّوْضِيحِ : قَالَ ابْنُ بَشِيرٍ : وَقَدْ أَخَذَ الْمُتَأَخِّرُونَ مِنْ هَذَا أَنَّ الِاسْتِمْنَاءَ بِالْيَدِ حَرَامٌ
Referensi
وفي الفقه الحنفي قال صاحب حاشية رد المحتار ابن عابدين الجزء الرابع ص ١٩٢
قوله (الاستمناء حرام) أي بالكف إذا كان لاستجلاب الشهوة، أما إذا غلبته الشهوة وليس له زوجة ولا أمة ففعل ذلك لتسكينها فالرجاء أنه لا وبال عليه كما قاله أبو الليث، ويجب لو خا ف الزنا
Referensi
وقال المباركفوري في تحفة الأحوذي في شرح الجامع للترمذي بعدما نقل قول ابن حجر السابق الجزء الثالث ص ١٤٦
قُلْت : فِي الِاسْتِمْنَاءِ ضَرَرٌ عَظِيمٌ عَلَى الْمُسْتَمْنِي بِأَيِّ وَجْهٍ كَانَ . فَالْحَقُّ أَنَّ الِاسْتِمْنَاءَ فِعْلٌ حِرَامٌ لَا يَجُوزُ اِرْتِكَابُهُ لَا لِغَرَضِ تَسْكِينِ الشَّهْوَةِ ، وَلَا لِغَرَضٍ آخَرَ وَمَنْ أَبَاحَهُ لِأَجْلِ التَّسْكِينِ فَقَدْ غَفَلَ غَفْلَةً شَدِيدَةً وَلَمْ يَتَأَمَّلْ فِيمَا فِيهِ مِنْ الضَّرَرِ . هَذَا مَا عِنْدِي وَاَللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ
Wallohu A'lam Bishawaab
Link Asal
https://www.facebook.com/groups/Fiqhsalafiyyah/permalink/500613256676701/
Hukum Onani atau Masturbasi
Dalam kitab AS-Showi ‘ala Syarhi Tafsir al-Jalalain onani adalah merangsang kemaluan sendiri untuk mencapai orgasme (bagi laki-laki) dan bagi perempuan disebut masturbasi.
Bagaimanakah hukum dari masturbasi atau onani?
(1) Haram, menurut Imam Malik, Imam syafi’i, dan Imam Abu Hanifah
(2) Boleh, menurut Imam Ahmad bin Hambal tetapi dengan tiga syarat:
(1) Khawatir akan melakukan perzina’an.
(2) Tidak mampu menikah (tidak punya mahar untuk menikahi wanita)
(3) Dengan menggunakan tangannya sendiri, tidak menggunakan tangan orang lain.
***********
Dalam menyikapi perbuatan onani ini, didalam kitab Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah dikalsifikasikan dalam beberapa kondisi, antara lain 3 hal
(1) Kondisi tanpa ada kebutuhan (hajat) dengan tangannya sendiri Dalam kondisi ini, dari madzhab Malikiyah,Syafi’iyah, dan Hanabilah sepakat bahwa hukum onani adalah haram. Karena dalam al-Qur’an ayat 5-6 Surat al-Mu’minun dan diperkuat dalam ayat 7 : dalam surat yang sama bahwa hanya ada dua hal yang diperbolehkan untuk berjima’ yaitu dengan isteri dan budaknya, tidak diperbolehkan dengan selain itu (termasuk masturbasi / onani/ istimna') karena dengan tangan atau alat selain kelamin isteri atau budaknya) Pendapat ini didukung sebuah qoul dari kalangan ulama' Hanafiyah. Sedangkan menurut madzhab Hanafi (qoul madzhab) ImamAhmad dan Imam Atho' dalam sebuah riwayat menyatakan hukum onani adalah makruh. Hukum makruh menurut madzhab Hanafiyah di beri catatan makruh yang diharamkan.
(2) Kondisi takut melakukan zina Menurut Hanafiyah dan Hanabilah dalam qoul madzhab (qoul yang diterima dimadzhab tersebut) hukum onani dalam kondisi ini tidak ada masalah . artinya dilegalkan. Imam Al Mirdawi bahkan mengatakan wajibnya onani dalam kondisi ini, karena kondisi ini adalah kondisi yang melebihi dari sekedar kondisi terpaksa. Sedangkan menurut Syafi’iyah hukum onani dalam kondisi ini adalah haram. Karena hanya sekedar hajat dan syariat telah mengharamkan hal itu, kecuali tidak ada jalan lain untuk menghindari zina, toh masih ada cara lain untuk menghindar dari zina, yaitu dengan berpuasa misalnya
(3) Kondisi tidak ada jalan lain untuk menghindar dari zina Madzhab Hanafiyah, Syafi’yah dan Hanabilah sepakat ketika dalam kondisi ini maka hukum onani adalah legal, karena untuk menghindari zina yang lebih besar nilai dosanya. Sedangkan menurut Madzhab Malikiyah hukum onani tetap haram ditakutkan zina ataupun tidak, sedangkan apabila hanya dengan istimna’ jalan satu-satunya untuk menghindari zina, maka didahulukan melakukan onani dari pada zina karena mengedepankan mafsadah yang lebih ringan dari dua hal mafsadah.
Referensi
AS-Showi ‘ala Syarhi Tafsir al-Jalalain juz 3 halaman 112.
قَوْلُهُ كَاْلاِسْتِمْناَءِ بِالْيَدِّ أَيْ فَهُوَ حَرَامٌ عِنْدَ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيْ وَأَبِيْ حَنِيْفَةَ فَقَالَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلْ يَجُوْزُ بِشُرُوْطِ ثَلاَثَةِ أَنْ يَخَافَ الزِّناَ وَأَنْ لاَ يَجِدَ مَهْرَ حُرَّةٍ أَوْ ثَمَنَ أَمَّةٍ وَأَنْ يَفْعَلَهُ بِيَدِهِ لاَ بِيَدِ أَجْنَبيِّ أَوْ اَجْنَبِيَّةِ .
Referensi
فقد جاء في الموسوعة الفقهية الكويتية ما نصه
لاِسْتِمْنَاءِ الرَّجُل بِيَدِهِ حَالاَتٌ
الْحَالَةُ الأْولَى : الاِسْتِمْنَاءُ لِغَيْرِ حَاجَةٍ :اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِي حُكْمِ اسْتِمْنَاءِ الرَّجُل بِيَدِهِ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ فَذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ فِي الْمَذْهَبِ وَالْحَنَفِيَّةُ فِي قَوْلٍ إِلَى أَنَّ الاِسْتِمْنَاءَ مُحَرَّمٌ ؛ لِقَوْل اللَّهِ تَعَالَى ( وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ ) وَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ فِي الْمَذْهَبِ وَأَحْمَدُ فِي رِوَايَةٍ وَعَطَاءٌ إِلَى أَنَّهُ يُكْرَهُ، وَقَيَّدَ الْحَنَفِيَّةُ الْكَرَاهَةَ بِالتَّحْرِيمِ حَيْثُ صَرَّحُوا بِأَنَّهُ مَكْرُوهٌ تَحْرِيمًا، وَقَال أَحْمَدُ فِي رِوَايَةٍ نَقَلَهَا ابْنُ مَنْصُورٍ: لاَ يُعْجِبُنِي بِلاَ ضَرُورَةٍ
الْحَالَةُ الثَّانِيَةُ: الاِسْتِمْنَاءُ لِخَوْفِ الزِّنَا : اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِي حُكْمِ الاِسْتِمْنَاءِ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ: فَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ فِي الْمَذْهَبِ إِلَى أَنَّ مَنِ اسْتَمْنَى فِي هَذِهِ الْحَالَةِ لاَ شَيْءَ عَلَيْهِ ، وَعَبَّرَ الْحَنَفِيَّةُ عَنْ هَذَا الْمَطْلَبِ بِقَوْلِهِمُ : الرَّجَاءُ أَلاَّ يُعَاقَبَ
قَال الْمِرْدَاوِيُّ: لَوْ قِيل بِوُجُوبِهِ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ لَكَانَ له وَجْهٌ كَالْمُضْطَرِّ ، بَل أَوْلَى لأِنَّهُ أَخَفُّ، وَعَنْ أَحْمَدَ: يُكْرَهُ
قَال مُجَاهِدٌ: كَانُوا يَأْمُرُونَ فِتْيَانَهُمْ أَنْ يَسْتَغْنُوا بِالاِسْتِمْنَاءِ وَذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ وَأَحْمَدُ فِي رِوَايَةٍ إِلَى أَنَّهُ يَحْرُمُ وَلَوْ خَافَ الزِّنَا ؛ لأِنَّ الْفَرْجَ مَعَ إِبَاحَتِهِ بِالْعَقْدِ لَمْ يُبَحْ بِالضَّرُورَةِ ، فَهُنَا أَوْلَى ، وَقَدْ جَعَل الشَّارِعُ الصَّوْمَ بَدَلاً مِنَ النِّكَاحِ، وَالاِحْتِلاَمُ مُزِيلٌ لِشِدَّةِ الشَّبَقِ، مُفَتِّرٌ لِلشَّهْوَةِ وَهَذَا مَا يُؤْخَذُ مِنْ عِبَارَاتِ الشَّافِعِيَّةِ حَيْثُ يُحَرِّمُونَ الاِسْتِمْنَاءَ إِلاَّ إِذَا تَعَيَّنَ طَرِيقًا لِدَفْعِ الزِّنَا
الْحَالَةُ الثَّالِثَةُ: الاِسْتِمْنَاءُ عِنْدَ تَعَيُّنِهِ طَرِيقًا لِدَفْعِ الزِّنَا
ذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ وَالشَّافِعِيَّةُ إِلَى جَوَازِ الاِسْتِمْنَاءِ إِذَا تَعَيَّنَ طَرِيقًا لِلْخَلاَصِ بِهِ مِنَ الزِّنَا وَصَرَّحَ الْمَالِكِيَّةُ بِأَنَّ اسْتِمْنَاءَ الشَّخْصِ بِيَدِهِ حَرَامٌ، خَشِيَ الزِّنَا أَمْ لاَ، لَكِنْ إِذَا لَمْ يَنْدَفِعْ عَنْهُ الزِّنَا إِلاَّ بِالاِسْتِمْنَاءِ قَدَّمَهُ عَلَى الزِّنَا ارْتِكَابًا لأِخَفِّ الْمَفْسَدَتَيْنِ. انتهى
Referensi
المجموع محيى الدين النووي - ج ٧ - الصفحة ٢٩٢
وأما) الاستمناء باليد فحرام بلا خلاف لأنه حرام في غير الاحرام ففي الاحرام أولى. فان استمنى المحرم فأنزل فهل تلزمه الفدية فيه وجهان (الصحيح) المشهور لزومها وبه قطع الماوردي وقطع به المصنف في الباب الذي بعدها وقطع به أيضا المصنف في التنبيه وآخرون لأنه مباشرة محرمة فأشبه مباشرة المرأة (والثاني) لا فدية حكاه امام الحرمين عن حكاية العراقيين وحكاه أيضا الفوراني والقاضي حسين والمتولي والبغوي وآخرون لأنه استمتاع ينفرد به فأشبه الانزال بالنظر فإنه لا فدية فيه. قال البغوي ويجري الوجهان في تقبيل الغلام بالشهوة (الأصح) وجوب الفدية (والثاني) لا: قلت والصواب في الغلام القطع بالوجوب لأنها لغيره وهي حرام فأشبهت مباشرة المرأة بخلاف الاستمناء فإنه ليس فيه مباشرة لغيره والله أعلم
Referensi
وقال الشافعي في الأم الجزء الخامس ص ١٠١
باب الاستمناء قال الله عزوجل (والذين هم لفروجهم حافظون * إلا على أزواجهم) قرأ إلى (العادون) (قال الشافعي) فكان بينا في ذكر حفظهم لفروجهم إلا على أزواجهم أو ما ملكت أيمانهم تحريم ما سوى
الازواج وما ملكت الايمان وبين أن الازواج وملك اليمين من الادميات دون البهائم ثم أكدها فقال عز وجل
(فمن ابتغى وراء ذلك فأولئك هم العادون) فلا يحل العمل بالذكر إلا في الزوجة أو في ملك
اليمين ولا يحل الاستمناء والله تعالى أعلم وقال في قول الله تعالى (وليستعفف الذين لا يجدون نكاحا حتى يغنيهم الله من فضله) معناها والله أعلم ليصبروا حتى يغنيهم الله تعالى وهو كقوله في مال اليتيم (ومن كان غنيا فليستعفف) ليكف عن أكله بسلف أو غيره
Referensi
قال شارح مختصر الشيخ خليل في كتابه مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل – وهو كتاب في الفقه المالكي الجزء الثامن ص ٢٩٨
فَائِدَةٌ : قَالَ فِي التَّوْضِيحِ : قَالَ ابْنُ بَشِيرٍ : وَقَدْ أَخَذَ الْمُتَأَخِّرُونَ مِنْ هَذَا أَنَّ الِاسْتِمْنَاءَ بِالْيَدِ حَرَامٌ
Referensi
وفي الفقه الحنفي قال صاحب حاشية رد المحتار ابن عابدين الجزء الرابع ص ١٩٢
قوله (الاستمناء حرام) أي بالكف إذا كان لاستجلاب الشهوة، أما إذا غلبته الشهوة وليس له زوجة ولا أمة ففعل ذلك لتسكينها فالرجاء أنه لا وبال عليه كما قاله أبو الليث، ويجب لو خا ف الزنا
Referensi
وقال المباركفوري في تحفة الأحوذي في شرح الجامع للترمذي بعدما نقل قول ابن حجر السابق الجزء الثالث ص ١٤٦
قُلْت : فِي الِاسْتِمْنَاءِ ضَرَرٌ عَظِيمٌ عَلَى الْمُسْتَمْنِي بِأَيِّ وَجْهٍ كَانَ . فَالْحَقُّ أَنَّ الِاسْتِمْنَاءَ فِعْلٌ حِرَامٌ لَا يَجُوزُ اِرْتِكَابُهُ لَا لِغَرَضِ تَسْكِينِ الشَّهْوَةِ ، وَلَا لِغَرَضٍ آخَرَ وَمَنْ أَبَاحَهُ لِأَجْلِ التَّسْكِينِ فَقَدْ غَفَلَ غَفْلَةً شَدِيدَةً وَلَمْ يَتَأَمَّلْ فِيمَا فِيهِ مِنْ الضَّرَرِ . هَذَا مَا عِنْدِي وَاَللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ
Wallohu A'lam Bishawaab
Link Asal
https://www.facebook.com/groups/Fiqhsalafiyyah/permalink/500613256676701/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar