Jumat, 25 April 2014

HUKUM HUBUNGAN INTIM DENGAN HEWAN WAJIBKAH MANDI BESAR

Muhammad Antor

Assaalamu'alaikum wr wb.
Mhon maaf sya ingin bertanya, bagaiman menurut madzhab asy-syafi'i kalau seumpama ada laki2 yg berhubungan intim dengan hewan, apakah laki2 itu wajib mandi besar atau tidak ? Mohon bantuannya. Trimakasih.
Wessaalamu'alaikum wr wb.


Jawaban : 

Kakek Jhosy 
Hubungan intin atau memasukan hasyafah kedalam hewan atau manusia dll baik dimasukan dari depan / farjik atau dari belakang/dubur laki2 maupun perempuan hidup atau mati kecil atau besar /dewasa maka WAJIB adus/Mandi

Referensi 
المجموع شرح المهذب ( ج II ص105)

أما إيلاج الحشفة فيوجب الغسل بلا خلاف عندنا، والمراد بإيلاجها إدخالها بكمالها في فرج حيوان آدمي أو غيره، قبله أو دبره، ذكر أو أنثى، حي أو ميت، صغير أو كبير، فيجب الغسل في كل ذلك، والله اعلم

Link Sumber tanya jawab :
https://m.facebook.com/groups/382134218524606?view=permalink&id=668832356521456&ref=bookmark

Rabu, 02 April 2014

HUKUM TAHALLUL / CUKUR BAGI ORANG YANG TIDAK PUNYA RAMBUT

Durö Böy 
29 Maret pukul 13:42 
Assalamualaikum wr wb

Bagaimana cara Tahallulnya bagi orang Botak Dan NGonyeer tanpa rambut dalam ibadah Umrah plus Ibarotnya.........!

Atas jawaban poro ustad and satri ponpes Dunia maya Sukron Katsiron


Jawaban I
Wa'alalaikum salam wr wb
Idem Guz Zein saja ach .
Tidak perlu mencukur rambut bila tidak punya rambut (Botak) 
Dan tidak wajib bayar fidyah . Dan sunnah menempelkan mus nya/Alat pencukur (Ghunteng madura red)

Referensi
Al-Majmuk Syar Muhaddzab juz 8 / 186

قال النووي رحمه الله: إذا لم يكن على رأسه شعر بأن كان أصلع أو محلوقا فلا شيء عليه فلا يلزمه فدية ولا إمرار الموسى ولا غير ذلك لما ذكره المصنف، ولو نبت شعره بعد ذلك لم يلزمه حلق ولا تقصير بلا خلاف لأنه حالة التكليف لم يلزمه، قال الشافعي والأصحاب: ويستحب لمن لا شعر على رأسه إمرار الموسى عليه، ولا يلزمه ذلك بلا خلاف عندنا. انتهى


Jawaban II
Guz Zein 
مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج - 798 

 وَمَنْ لَا شَعْرَ ) كَائِنٌ ( بِرَأْسِهِ ) أَوْ بِبَعْضِهِ كَمَا قَالَهُ الْإِسْنَوِيُّ بِأَنْ حَلَقَ كَذَلِكَ أَوْ كَانَ قَدْ حَلَقَ ، وَاعْتَمَرَ مِنْ سَاعَتِهِ كَمَا مَثَّلَهُ الْعِمْرَانِيُّ ( يُسْتَحَبُّ ) لَهُ ( إمْرَارُ الْمُوسَى عَلَيْهِ ) بِالْإِجْمَاعِ كَمَا قَالَهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ كُلِّهِ أَوْ بَعْضِهِ تَشْبِيهًا بِالْحَالِقِينَ ، وَإِنَّمَا لَمْ يَجِبْ الْإِمْرَارُ ، لِأَنَّ ذَلِكَ فَرْضٌ تَعَلَّقَ بِجُزْءِ آدَمِيٍّ فَسَقَطَ بِفَوَاتِهِ كَغَسْلِ الْيَدِ فِي الْوُضُوءِ .

Sumber Tanya Jawab : https://m.facebook.com/groups/382134218524606?view=permalink&id=654738161264209

Senin, 17 Februari 2014

HUKUM SHOLAT DI KAMAR MANDI



613 HUKUM SHOLAT DI KAMAR MANDI

Oleh Raden Madura BlogSpot pada 10 Februari 2014 pukul 1:41

En Malk
Assalamu'alaikum. slamat siang! maaf, sy ingn brtny BOLEHKAH/SAHKAH BILA SHOLAT DIKAMAR MANDI KERING? KARNA prnah ada seorang TMAN BILANG pd sy, klau dia sholatnya dkamar mandi, dia bralasan klau SIBOS LIHAT, dia khawatir diPECAT dr krjanya krn bru msuk kerja & masih potongan dan SELURUH PENJURU RUANGAN ADA KAMERA KECUALI KAMAR MANDI. DIA BILANG DARI PADA G' SHOLAT, itu bagaimana?

JAWABAN :

Raden Madura BlogSpot
Wa'alaikumsalam

( و ) تكره ( الصلاة في ) الأسواق .. وفي ( الحمام ) ولو في مسلخه لحديث صحيح أسنده ابن حبان : الأرض كلها مسجد إلا المقبرة والحمام واختلف في علة النهي على أقوال : أصحها لأنه مأوى الشياطين وقيل : خوف النجاسة وقيل : لاشتغال المصلي بدخول الناس وقيل غير ذلك

Dan dimakruhkan shalat di pasar... dan di kamar mandi meskipun hanya dipintu lewatnya berdasarkan hadits shahih yang disanadkan oleh Ibn Hibbaan “Segala bumi adalah masjid kecuali kuburan dan kamar mandi”.Terdapat perbedaan pendapat alasan kemakruhannya, yang paling shahih karena kamar mandi adalah tempat syetan, pendapat lain karena dikhawatirkan najisnya, pendapat lain karena dapat terganggunya kekhusyuan akibat masuknya orang kedalamnya, pendapat lain karena selain alasan diatas.Mughni al-Muhtaaj I/203

HUKUM MENGKOMSUMSI HEWAN YANG DI TEMBAK DENGAN SENAPAN ANGIN



616 HUKUM MENGKOMSUMSI HEWAN YANG DI TEMBAK DENGAN SENAPAN ANGIN

Oleh Raden Madura BlogSpot pada 17 Februari 2014 pukul 10:11

El Rhazaq
assalamualaikum wr wb 

bagaimana hukumnya pemburuan dg senapan ? 

Wassalam

Raden Madura BlogSpot >>
Mengkonsumsi hewan yang ditembak dengan senapan angin hukumnya ditafsil:

1. Jika binatang yang ditembak itu jinak hukumnya haram2. Jika binatangnya tidak jinak ( binatang buruan ):

* Menurut jumhur ulama' haram* Menurut Malikiyyah halal dengan syarat membaca basmalah ketika menembak.

Dasar Pengambilan Hukum

Fathul Mu'in wa Khasyiyah tarsyikhul Mustafidin Hal: 50وَيَحْرُمُ قَطْعًا رَمْيُ الصَّيْدِ بِالْبُنْدُقِ الْمُعْتَادِ الْانَ وَهُوَ مَا يَضَعُ بِالْحَدِيْدِ وَيَرْمِيْ بِالنَّارِ لِأَنَّهُ مُحْرِقٌ مُدَقِّقٌ سَرِيْعًا غَالِبًا قَوْلُهُ ( قَطْعًا ) أَيْ بِلاَ خِلاَفٍ عِنْدَنَا بِخِلاَفِ الرَّمْيِ بِبُنْدُقِ الطِّيْنِ فَفِيْهِ خِلاَفٌ يَأْتِيْ. وَقَالَ الْمَالِكِيَّةُ بِجَوَازِ الرَّمْيِ بِبُنْدُقِ الرَّصَاصِ الْمَعْرُوْفِ الَْأَنَ وَحِلٌّ أَكْلُ مَا صِيْدَ بِهِ بِشَرْطِ التَّسْمِيَّةِ بِهِ عَنْدَ ( الرَمْيِ ) فَإِنْ تَرَكَهَا سَهْوًا لَمْ يَضُرَّ.

Dan haram secara pasti menembak binatang buruan dengan senapan yang sudah biasa sekarang ini, yaitu apa yang diletakkan dengan besi dan dilemparkan dengan api karena senapan itu membakar dan menghancurkan dengan cepat pada umumnya. Ucapan mushonnif secara pasti artinya tanpa ada perbedaan pendapat diantara kitab berbeda dengan melempar, menembak dengan senapan tanah dalam hal ini ada perbedaan pendapat yanga akan datang. Madzhab Maliki berpendapat mengenai kebolehan menembak dengan senapan timah yang telah diketahui sekarang ( senapan angin ) dan halal memakan apa yang diburu dengannya dengan syarat membaca basmalah pada waktu menembak, jika meninggalkan bacaan basmalah karena lupa tidak berbahaya.

Khasyiyah ad-Dasuqi Juz II hal: 103اَلْحَاصِلُ أَنَّ الصَّيْدَ بِبُنْدُقِ الرَّصَاصِ لَمْ يُوْجَدْ فِيْهِ نَصٌّ لِلْمُتَقَدِّمِيْنَ لِحُدُوْثِ الرَّمْيِ بِهِ لِحُدُوْثِ الْبَارُوْدِ فِيْ وَسَطِ الْمِائَةِ الثَّامِنَةِ وَاخْتَلَفَ فِيْهِ الْمُتَأَخِّرُوْنَ فَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ بِالْمَنْعِ قِيَاسًا عَلَى بُنْدُقِ الطِّيْنِ وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ بِالْجَوَازِ كَأَبِيْ عَبْدِ اللهِ الْقُوْرِيْ وَابْنِ الْمَنْجُوْرِ وَسَيِّدِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ الْقَادِرِ الْفَاسِيْ لِمَا فِيْهِ مِنَ الْإِنْهَارِ وَالْإِجْهَازِ بِسُرْعَةٍ الّذِيْ شُرِعَتِ الذَّكَاةُ لِأَجْلِهِ وَقِيَاسُهُ عَلَى بُنْدُقِِ الطِّيْنِ فَاسِدٌ لِوُجُوْدِ الْفَارِقِ وَهُوَ وُجُوْدُ الْخَرْقِ وَالنُّقُوْدِ فِي الرِّصَاصِ تَحْقِيْقًا وَعَدَمُ ذَالِكَ فِي بُنْدُقِ الطِّيْنِ وَإِنَّمَا شَأْنُهُ الرَّضُّ وَالْكَسْرُ وَمَاكَانَ هَذَا لَا يُسْتَعْمَلُ لِأَنَّهُ مِنَ الْوَفْدِ الْحَرَامِ بِنَصِّ الْقُرْأَنِ ِ.ا ه.

Pada hasilnya bahwa berburu dengan senapan angin tidak didapati padanya nash/ketetapan hukum daripada ulama terdahulu karena menembak dengan senapan angin itu adalah hal yang baru karena kebaharuan bahan peledak pada pertengahan abad kedua. Dalam hal ini ulama' mutaakhir berbeda pendapat, diantara mereka ada yang berpendapat dengan kebolehan seperti Abu Abdillah al-Fauri Ibnul Manjur, Sayyid Abdur Rohman, Abdul Qodir al-Fasi, karena dalam peluru timah tersebut ada pengaliran darah dan pembunuhan yang cepat yang penyembelihan disyariatkan karenanya. Pengqiasan peluru timah dengan peluru tanah adalah rusak (tidak benar) karena wujud perbedaaan yaitu wujud lubang dan pecah pada peluru timah secara nyata dan ketiadaan hal tersebut pada peluru tanah. Hanyasanya kepentingan peluru tanah adalah meremukkan dan apa yang ada seperti ini tidak boleh dipergunakan karena peluru tanah itu melemparkan benda yang diharamkan menurut nash al-Qur'an.

Syarah Shohih Muslim Fi Hamisy Irsyad as-Sari Juz II Hal: 136وَقَالَ مَحْكُوْلٌ وَالْأَوْزَعِيِّ وَغَيْرُهُمَا مِنْ فُقَهَاءِ الشَّافِعِيِّ بِحِلٍّ مُطْلَقًا كَذَا قَالَ هَؤُلاَءِ وَابْنُ أَبِيْ لَيْلَى أَنَّهُ يَحِلُّ مَاقَتَلَهُ بِالْبُنْدُقَةِ. إلخ

Makhqul, Auzai'i dan selainnya berkata tentang kehalalan secara mutlak demikian pula pendapat mereka dan Ibnu Abi Laila bahwa sesungguhnya halal memakan binatang yang dibunuh dengan peluru.

Al-Bujairimi alal Iqna' Juz IV hal: 275وَأَفْتَي ابْنُ عَبْدِ السَّلاَمِ بِحُرْمَةِ الرَّمْيِ بِالْبُنْدُقِ وَبِهِ صَرَحَ الدَّخَائِرُ لِكَيْ أَفْتَي النَّوَاوِيْ بِجَوَازِهِ---إِلَى أَنْ قَالَ---وَهَذَا كُلُّهُ بِالنّسْبَةِ لِحِلِّ الْمَرْمَى الَّذِيْ هُوَ الصَّيْدُ فَإِنَّهُ حَرَامٌ مُطْلَقًا.

Ibnu Abdis Salam telah memberi fatwa tentang keharaman menembak dengan peluru, dengan keharaman tersebut Ad-Dakhoir menjelaskan agar imam Nawawi memberi fatwa dengan kebolehannya, sampai katanya ini seluruhnya dibangsakan kepada kehalalan menembak. Adapun dihubungkan dengan kehalalan binatang yang ditembak yaitu binatang buruan maka binatang itu adalah haram secara mutlak.
  1. hukumnya ditafsil:

1. Jika binatang yang ditembak itu jinak hukumnya haram2. Jika binatangnya tidak jinak ( binatang buruan ):

* Menurut jumhur ulama' haram* Menurut Malikiyyah halal dengan syarat membaca basmalah ketika menembak.

Dasar Pengambilan Hukum

Fathul Mu'in wa Khasyiyah tarsyikhul Mustafidin Hal: 50وَيَحْرُمُ قَطْعًا رَمْيُ الصَّيْدِ بِالْبُنْدُقِ الْمُعْتَادِ الْانَ وَهُوَ مَا يَضَعُ بِالْحَدِيْدِ وَيَرْمِيْ بِالنَّارِ لِأَنَّهُ مُحْرِقٌ مُدَقِّقٌ سَرِيْعًا غَالِبًا قَوْلُهُ ( قَطْعًا ) أَيْ بِلاَ خِلاَفٍ عِنْدَنَا بِخِلاَفِ الرَّمْيِ بِبُنْدُقِ الطِّيْنِ فَفِيْهِ خِلاَفٌ يَأْتِيْ. وَقَالَ الْمَالِكِيَّةُ بِجَوَازِ الرَّمْيِ بِبُنْدُقِ الرَّصَاصِ الْمَعْرُوْفِ الَْأَنَ وَحِلٌّ أَكْلُ مَا صِيْدَ بِهِ بِشَرْطِ التَّسْمِيَّةِ بِهِ عَنْدَ ( الرَمْيِ ) فَإِنْ تَرَكَهَا سَهْوًا لَمْ يَضُرَّ.

Dan haram secara pasti menembak binatang buruan dengan senapan yang sudah biasa sekarang ini, yaitu apa yang diletakkan dengan besi dan dilemparkan dengan api karena senapan itu membakar dan menghancurkan dengan cepat pada umumnya. Ucapan mushonnif secara pasti artinya tanpa ada perbedaan pendapat diantara kitab berbeda dengan melempar, menembak dengan senapan tanah dalam hal ini ada perbedaan pendapat yanga akan datang. Madzhab Maliki berpendapat mengenai kebolehan menembak dengan senapan timah yang telah diketahui sekarang ( senapan angin ) dan halal memakan apa yang diburu dengannya dengan syarat membaca basmalah pada waktu menembak, jika meninggalkan bacaan basmalah karena lupa tidak berbahaya.

Khasyiyah ad-Dasuqi Juz II hal: 103اَلْحَاصِلُ أَنَّ الصَّيْدَ بِبُنْدُقِ الرَّصَاصِ لَمْ يُوْجَدْ فِيْهِ نَصٌّ لِلْمُتَقَدِّمِيْنَ لِحُدُوْثِ الرَّمْيِ بِهِ لِحُدُوْثِ الْبَارُوْدِ فِيْ وَسَطِ الْمِائَةِ الثَّامِنَةِ وَاخْتَلَفَ فِيْهِ الْمُتَأَخِّرُوْنَ فَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ بِالْمَنْعِ قِيَاسًا عَلَى بُنْدُقِ الطِّيْنِ وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ بِالْجَوَازِ كَأَبِيْ عَبْدِ اللهِ الْقُوْرِيْ وَابْنِ الْمَنْجُوْرِ وَسَيِّدِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ الْقَادِرِ الْفَاسِيْ لِمَا فِيْهِ مِنَ الْإِنْهَارِ وَالْإِجْهَازِ بِسُرْعَةٍ الّذِيْ شُرِعَتِ الذَّكَاةُ لِأَجْلِهِ وَقِيَاسُهُ عَلَى بُنْدُقِِ الطِّيْنِ فَاسِدٌ لِوُجُوْدِ الْفَارِقِ وَهُوَ وُجُوْدُ الْخَرْقِ وَالنُّقُوْدِ فِي الرِّصَاصِ تَحْقِيْقًا وَعَدَمُ ذَالِكَ فِي بُنْدُقِ الطِّيْنِ وَإِنَّمَا شَأْنُهُ الرَّضُّ وَالْكَسْرُ وَمَاكَانَ هَذَا لَا يُسْتَعْمَلُ لِأَنَّهُ مِنَ الْوَفْدِ الْحَرَامِ بِنَصِّ الْقُرْأَنِ ِ.ا ه.

Pada hasilnya bahwa berburu dengan senapan angin tidak didapati padanya nash/ketetapan hukum daripada ulama terdahulu karena menembak dengan senapan angin itu adalah hal yang baru karena kebaharuan bahan peledak pada pertengahan abad kedua. Dalam hal ini ulama' mutaakhir berbeda pendapat, diantara mereka ada yang berpendapat dengan kebolehan seperti Abu Abdillah al-Fauri Ibnul Manjur, Sayyid Abdur Rohman, Abdul Qodir al-Fasi, karena dalam peluru timah tersebut ada pengaliran darah dan pembunuhan yang cepat yang penyembelihan disyariatkan karenanya. Pengqiasan peluru timah dengan peluru tanah adalah rusak (tidak benar) karena wujud perbedaaan yaitu wujud lubang dan pecah pada peluru timah secara nyata dan ketiadaan hal tersebut pada peluru tanah. Hanyasanya kepentingan peluru tanah adalah meremukkan dan apa yang ada seperti ini tidak boleh dipergunakan karena peluru tanah itu melemparkan benda yang diharamkan menurut nash al-Qur'an.

Syarah Shohih Muslim Fi Hamisy Irsyad as-Sari Juz II Hal: 136وَقَالَ مَحْكُوْلٌ وَالْأَوْزَعِيِّ وَغَيْرُهُمَا مِنْ فُقَهَاءِ الشَّافِعِيِّ بِحِلٍّ مُطْلَقًا كَذَا قَالَ هَؤُلاَءِ وَابْنُ أَبِيْ لَيْلَى أَنَّهُ يَحِلُّ مَاقَتَلَهُ بِالْبُنْدُقَةِ. إلخ

Makhqul, Auzai'i dan selainnya berkata tentang kehalalan secara mutlak demikian pula pendapat mereka dan Ibnu Abi Laila bahwa sesungguhnya halal memakan binatang yang dibunuh dengan peluru.

Al-Bujairimi alal Iqna' Juz IV hal: 275وَأَفْتَي ابْنُ عَبْدِ السَّلاَمِ بِحُرْمَةِ الرَّمْيِ بِالْبُنْدُقِ وَبِهِ صَرَحَ الدَّخَائِرُ لِكَيْ أَفْتَي النَّوَاوِيْ بِجَوَازِهِ---إِلَى أَنْ قَالَ---وَهَذَا كُلُّهُ بِالنّسْبَةِ لِحِلِّ الْمَرْمَى الَّذِيْ هُوَ الصَّيْدُ فَإِنَّهُ حَرَامٌ مُطْلَقًا.

Ibnu Abdis Salam telah memberi fatwa tentang keharaman menembak dengan peluru, dengan keharaman tersebut Ad-Dakhoir menjelaskan agar imam Nawawi memberi fatwa dengan kebolehannya, sampai katanya ini seluruhnya dibangsakan kepada kehalalan menembak. Adapun dihubungkan dengan kehalalan binatang yang ditembak yaitu binatang buruan maka binatang itu adalah haram secara mutlak.

DO'A MENYEMBELIH HEWAN



614 DO'A MENYEMBELIH HEWAN

Oleh Raden Madura BlogSpot pada 10 Februari 2014 pukul 0:32

Fatkur Rofiq
Assalmualaikum, mau naxa.ni, adakah doa untuk menyembelih hewan, .?
  •  
JAWABAN : Raden Madura BlogSpot
  •  wa'aaikum salam Do'a Menyembelih Bag 1
  • 1. Do'a Menyembelih Unta
  • ﻧﻮﻳﺖ ﺍﻥ ﺍﺯﺑﺢ ﻫﺰﺍ ﺍﻟﺤﻤﻞ ﻟﻠﻪ ﺛﻌﺎﻟﻰ
  • Nawaitu An Adzbaha haadzal hamala lillahita'ala
  • Artinya :
  •  Saya berniat menyembelih unta inikarena Allah Ta'ala

  • 2. Do'a Menyembelih Kerbau
  • ﻧﻮﻳﺖ ﺍﻥ ﺍﺯﺑﺢ ﻫﺰﺍ ﺍﻟﺠﻤﻮﺱ ﻟﻠﻪ ﺛﻌﺎﻟﻰ
  • Nawaitu An Adzbaha haadzal jamuusu lillahita'ala
  • Artinya :
  •  Saya berniat menyembelih kerbauini karena Allah Ta'ala

  • 3. Do'a Menyembelih Sapi
  • ﻧﻮﻳﺖ ﺍﻥ ﺍﺯﺑﺢ ﻫﺰﺍ ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﻟﻠﻪ ﺛﻌﺎﻟﻰ
  • Nawaitu An Adzbaha haadzal baqaratalillahi ta'ala
  • Artinya :
  •  Saya berniat menyembelih sapi inikarena Allah Ta'ala

  • 4. Do'a Menyembelih Kambing
  • ﻧﻮﻳﺖ ﺍﻥ ﺍﺯﺑﺢ ﻫﺰﺍ ﺍﻟﻐﻨﻢ ﻟﻠﻪ ﺛﻌﺎﻟﻰ
  • Nawaitu An Adzbaha haadzal ganama lillahita'ala
  • Artinya : Saya berniat menyembelihkambing ini karena Allah Ta'ala

  • 5. Do'a Menyembelih Ayam Betina
  • ﻧﻮﻳﺖ ﺍﻥ ﺍﺯﺑﺢ ﻫﺰﻩ ﺍ ﺍﻟﺪﺟﺎ ﺟﺔ ﻟﻠﻪ ﺛﻌﺎﻟﻰ
  • Nawaitu An Adzbaha haadzal ganamalillahi ta'ala
  • Artinya : Saya berniat menyembelih ayambetina ini karena Allah Ta'ala

  • 6. Do'a Menyembelih Ayam Jantan
  • ﻧﻮﻳﺖ ﺍﻥ ﺍﺯﺑﺢ ﻫﺎﺯﺍ ﺍﻟﺪﻳﻚ ﻟﻠﻪ ﺛﻌﺎﻟﻰ
  • Nawaitu An Adzbaha haadzad dayka lillahita'ala
  • Artinya : Saya berniat menyembelih ayanjantan ini karena Allah Ta'ala

  • 6. Do'a Menyembelih itik
  • ﻧﻮﻳﺖ ﺍﻥ ﺍﺯﺑﺢ ﻫﺰﻩ ﺍﻟﺒﺘﺔ ﻟﻠﻪ ﺛﻌﺎﻟﻰ
  • Nawaitu An Adzbaha haadzihil batata lillahita'ala
  • Artinya : Saya berniat menyembelih itik inikarena Allah Ta'ala
Link Asal

HUKUM LAKI LAKI MEMAKAI CINCIN



615 HUKUM PRIA MEMAKAI KALUNG

Oleh Raden Madura BlogSpot pada 17 Februari 2014 pukul 9:48

Waluyo El Muttaqin Hady
Assalamu'alaikum

Bagaimana hukum pria memakai kalung gelang anting tidak brupa emas, hanya untuk menghias saja kata remaja zman skarang gaul


  1. Raden Madura Blogspot >> ETIKA : Pria Memakai KalungPERTANYAAN

Adhe Maniez

Assalamu'alaikum,,Mf, mw ta'x,, klo laki'' mmkai kalung hkum'x ap?? Kalung mas/klung prak/klung mainan /bhkn klung dr stenlis, mnrut pndngn islam gmn??

JAWABAN

Masaji AntoroWa'alaikumsalam

Diperbolehkan dengan catatan :

1. Bukan terbuat dari bahan emas atau perak menurut mayoritas ulama sedangkan al-Mutawally dan al-Ghozaly memperbolehkan kalung dari bahan perak bagi laki-laki2. Bukan tergolong perhiasan yang khusus dipakai oleh wanita

قال أصحابنا يجوز للرجل خاتم الفضة بالاجماع وأما ما سواه من حلي الفضة كالسوار والمدملج والطوق ونحوها فقطع الجمهور بتحريمها وقال المتولي والغزالي في الفتاوى يجوز لانه لم يثبت في الفضة الا تحريم الاواني وتحريم التشبه بالنساء والصحيح الاول لان في هذا تشبها بالنساء وهو حرام

Berkata Para Pengikut Madzhab Suafi’i “Boleh bagi laki-laki memakai cincin perak dengan kesepakatan ulama sedang untuk perhiasan lainnya semacam gelang tangan, gelang lengan, kalung dsb menurut mayoritas ulama mengharamkannya.Berkata al-Mutawally dan al-Ghozali “Boleh memakai perhiasan-perhiasan diatas yang terbuat dari perak karena yang diharamkan dalam barang yang terbuat dari perak sebatas barang-barang perkakas dan adanya unsure penyerupaan dengan wanita”Namun yang shahih adalah pendapat pertama karena dalam masalah ini terjadi penyerupaan dengan wanita yang diharamkan.Al-Majmu’ alaa Syarh al-Muhadzdzab IV/444

يجوز للرجل التختم بالفضة لما روى أنه (اتخذ خاتما من فضة) وهل له لبس ما سوى الخاتم من حلي الفضة كالسوار والدملج والطوق لفظ الكتاب يقتضي المنع حيث قال ولا يحل للرجال إلا التختم به وبه قال الجمهور وقال ابو سعيد المتولي إذا جاز التختم بالفضة فلا فرق بين الاصابع وسائر الاعضاء كحلي الذهب في حق النساء فيجوز له لبس الدملج في العضد والطوق في العنق والسوار في اليد وغيرها وبهذا أجاب المصنف في الفتاوى وقال لم يثبت في الفضة إلا تحريم الاواني وتحريم التحلي علي وجه يتضمن التشبه بالنساء –إلى أن قال- ويحرم علي النساء تحلية آلات الحرب بالذهب والفضة جميعا لان في استعمالهن لها تشبها بالرجال وليس لهن التشبه بالرجال هكذا ذكره الجمهور واعترض عليه صاحب المعتمد بأن آلات الحرب من غير ان تكون محلاة إما ان يجوز للنساء لبسها واستعمالها أو لا يجوز (والثانى) باطل لان كونه من ملابس الرجال لا يقتضى التحريم إنما يقتضي الكراهة ألا ترى انه قال في الام ولا اكره للرجل لبس اللؤلؤ إلا للادب وانه من زى النساء لا للتحريم فلم يحرم زى النساء علي الرجال وإنما كرهه فكذلك حكم العكس

Boleh bagi laki-laki memakai cincin perak karena diriwayatkan bahwa baginda nabi memakai cincin dari perak, bolehkah baginya memakai perhiasan selain cincin semacam gelang tangan, gelang lengan, kalung dsb yang terbuat dari perak ? Redaksi Kitab mengarah pada tidak bolehnya seperti ungkapan Pengarang “Dan tidak boleh bagi laki-laki kecuali perhiasan cincin dari perak” Dan yang demikian juga pendapat mayoritas Ulama namun Abu Sa’id al-Mutawally menyatakan “Bila memakai cincin perak dihalalkan maka tidak dibedakan kehalalan memakainya baik terpakai dijemari atau anggauta tubuh lainnya sebagaimana kelegalan perhiasan emas bagi wanita, maka boleh bagi laki-laki memakai gelang lengan, kalung dileher, gelang ditangan dsb” dst……..Syarh al-Wajiiz VI/28

(مسألة: ي): ضابط التشبه المحرم من تشبه الرجال بالنساء وعكسه ما ذكروه في الفتح والتحفة والإمداد وشن الغارة، وتبعه الرملي في النهاية هو أن يتزيا أحدهما بما يختص بالآخر، أو يغلب اختصاصه به في ذلك المحل الذي هما فيه.

Batasan penyerupaan yang di haramkan pada kasus penyerupaan orang laki-laki pada perempuan dan sebaliknya adalah apa yang diterangkan oleh Ulama Fiqh dalam kitab Fath aljawaad, Tuhfah, Imdaad dan kitab syun alghooroh. Imam Romli juga mengikutinya dalam kitab Annihaayah, Batasannya adalah

"Bila salah satu dari lelaki atau wanita tersebut berhias memakai barang yang dikhususkan untuk lainnya atau pakaian yang jamak di gunakan pada tempat tinggal lelaki dan wanita tersebut".Bughyah Almustarsyidiin 604Wallaahu A'lamu Bis Showaab


HUKUM OPRASI PLASTIK


617 HUKUM OPRASI PLASTIK
Oleh Raden Madura BlogSpot pada 17 Februari 2014 pukul 10:16

Fendy Lophely Elmadridiesta
Assalamu'alaikum . . Mau nyak . . Hukum.a operasi plastic gmn m'nurut islam ?

 Raden Madura BlogSpot>>
 wa'alaikum salam

Hasil Bahtsul Masail PWNU Jatim 1986 di PP. Asembagus SitubondoBagaimana hukumnya operasi plastik di wajah? Dan Sahkah wudlunya?

Jawab :

Operasi plastic pada wajah termasuk katagori تغيير خلق الله (merubah ciptaan Allah) yang dilarang oleh syara’. Kecuali ada kebutuhan yang dibenarkan oleh syara’, seperti dalam rangka pengobatan atau pemulihan akibat kecelakaan dan sejenisnya. Tentang wudlunya ditafsil. Apabila sudah التحام (menyatu/melekat) maka sah, dan apabila belum, maka tidak sah.

Dasar pengambilan:

1. QS. An-Nisa’: 119

وَلأضِلَّنَّهُمْ وَلأمَنِّيَنَّهُمْ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الأنْعَامِ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا

Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya. Barang siapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, Maka Sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.

1. Is’adu ar-Rofiq, Juz I, Hlm. 122

فىِ خَبَرِ الصَّحِيْحَيْنِ: لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ وَاْلوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ وَالْوَاشِرَةَ وَالْمُسْتَوْشِرَةَ وَالنَّامِصَةَ وَالْمُنْتَمِصَةَ.

Di dalam hadits Imam Bukhori dan Muslim: (yang artinya) Allah melaknat perempuan yang menyambung rambutnya dengan rambut orang lain, dan orang yang membuat tato dan yang ditatonya, dan orang yang meruncingkan (memangir) giginya dan yang dipangurnya. Dan orang yang menghilangkan rambut muka (mengerik alis/bulu lentik) dan yang dikeriknya.

1. Is’adu ar-Rofiq, Juz I, Hlm. 123

أَمَّا لَوِ احْتَاجَتْ إِلَيْهِ لِنَحْوِ عَيْبٍ فِى السِّنِّ أَوْ عِلاَجٍ فَلاَ بَأْسَ بِهِ كَمَا قَالَهُ الْكُرْدِىّ.

Adapun apabila ada hajat/kebutuhan yang mendesak dalam memangur giginya, seperti cacat didalam gigi, atau untuk mengobati maka tidak apa-apa (boleh) perbuatan tersebut, seperti yang telah dikatakan oleh Imam Kurdi.

1. Fathu al-Bari, Juz X, Hlm. 273

قَوْلُهُ: (وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ) يُفْهَمُ مِنْهُ أَنَّ الْمَذْمُومَةَ مَنْ فَعَلَتْ ذَلِكَ ِلأَجْلِ الْحُسْنِ فَلَوْ اِحْتَاجَتْ إِلَى ذَلِكَ لِمُدَاوَاةٍ مَثَلاً جَازَ.

(Dan orang-orang yang merenggangkan giginya, untuk memperindah). Dari situ dapat diambil kefahaman, bahwa yang tercela (tidak boleh) itu, merenggangkan gigi yang bertujuan untuk mempercantik/memperindah. Namun seandainya hal itu diperlukan, seperti untuk mengobati, maka diperbolehkan.

1. al-Qulyubi, Juz I, Hlm. 39

وَيَجِبُ غَسْلُ يَدٍ الْتَصَقَتْ فِي مَحَلِّ يَدِهِ وَلَوْ مِنْ غَيْرِ صَاحِبِهَا بَعْدَ قَطْعِهَا بِحَرَارَةِ الدَّمِ، بِحَيْثُ يُخْشَى مِنْ إزَالَتِهَا مَحْذُورُ تَيَمُّمٍ، وَيَجِبُ غَسْلُ ظَاهِرِ كَفٍّ أَوْ أُصْبُعٍ مِنْ نَحْوِ نَقْدٍ، وَغَسْلُ مَوْضِعِ شَوْكَةٍ إنْ كَانَ لَوْ قُلِعَتْ لاَ يَنْطَبِقُ مَوْضِعُهَا، وَلاَ يَصِحُّ الْوُضُوءُ مَعَهَا وَإِلاَّ فَلاَ

Wajib membasuh tangan yang sudah melekat pada tempatnya tangan meskipun bukan tangan muliknya, setelah diputuskan dengan menyatunya/mengalirkan darah, sekira membahayakan apabila dihilangkan sampai batas bahaya yang memperbolehkan tayammum. Dan wajib membasuh luarnya telapak tangan pada tempatnya, dan tidak sah wudlu bersama penghalang, kalau tidak menjadi penghalang tetapi sudah menjadi satu maka tidak wajib membasuh bekas dzohir potongan.

Nambahi ibarat

ذكر فيه حديث ابن مسعود الماضي في «باب المتفلجات» قال الطبري: لا يجوز للمرأة تغيير شيء من خلقتها التي خلقها الله عليها بزيادة أن نقص التماس الحسن لا للزوج ولا لغيره كمن تكون مقرونة الحاجبين فتزيل ما بينهما توهم البلج أو عكسه، ومن تكون لها سن زائدة فتقلعها أو طويلة فتقطع منها أو لحية أو شارب أو عنفقة فتزيلها بالنتف، ومن يكون شعرها قصيراً أو حقيراً فتطوله أو تغزره بشعر غيرها، فكل ذلك داخل في النهي. وهو من تغيير خلق الله تعالى. قال: ويستثنى من ذلك ما يحصل به الضرر والأذية كمن يكون لها سن زائدة تؤذيها أو تؤلمها فيجوز ذلك، والرجل في هذا الأخير كالمرأة، وقال النووي: يستثنى من النماص ما إذا نبت للمرأة لحية أو شارب أو عنفقة فلا يحرم عليها إزالتها بل يستحب. قلت: وإطلاقه مقيد بإذن الزوج وعلمه، وإلا فمتى خلا عن ذلك منع للتدليس. وقال بعض الحنابلة: إن كان النمص أشهر شعاراً للفواجر امتنع وإلا فيكون تنزيهاً، وفي رواية يجوز بإذن الزوج إلا إن وقع به تدليس فيحرم، قالوا ويجوز الحف والتحمير والنقش والتطريف إذا كان بإذن الزوج لأنه من الزينة. وقد أخرجه الطبري من طريق أبي إسحق عن امرأته أنها دخلت على عائشة وكانت شابة يعجبها الجمال فقالت: المرأة تحف جبينها لزوجها فقالت: أميطي عنك الأذى ما استطعت. وقال النووي: يجوز التزين بما ذكر، إلا الحف فإنه من جملة النماص.

فتح الباري ج 11 ص 575

HUKUM MEMBERI ZAKAT PADA NON MUSLIM

619 HUKUM MEMBERI ZAKAT PADA NON MUSLIM

Oleh Raden Madura BlogSpot pada 17 Februari 2014 pukul 11:05

Mufa Az-zahrotus Syitta
ASSALAMUALAIKUM Adakah dalil yg memperbolehkan org kafir menerima zakat??


Raden Madura BlogSpot>>
 PERTANYAAN :

Indah AzzaAssalamualaikum wr wb,Bolehkah zakat fitra pada orang fakir miskin tapi non muslim?Mohon penjelasanya.sertai ibaroh dan tarjamahkan...

JAWABAN :

>> Abdullah Afif Dalam madzhab syafi'i tidak boleh.Ta'bir sebagaimana dalam kitab Kifayatul Akhyar juz I halaman 195 (Maktaah Syamilah)

والكافر ) أي لا يجوز دفع الزكاة إلى كافر

WAL KAAFIRU AY LAAYAJUUZU DAF'UZZAKAATI ILAA KAAFIRINdan orang kafir maksudnya tidak boleh memberikan zakat kepada orang kafir..............dalam madzhab Hanafi boleh, tapi khusus kafir Dzimmi.Ta'bir dalam kitab al 'Inaayah Syarhul Hidaayah juz III halaman 201-202 (Maktabah Syamilah)

( وَلَا يَجُوزُ أَنَّهُ يَدْفَعُ الزَّكَاةَ إلَى ذِمِّيٍّ ) { لِقَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ و

َالسَّلَامُ لِمُعَاذٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ خُذْهَا مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَرُدَّهَا فِي فُقَرَائِهِمْ } " .قَالَ ( وَيَدْفَعُ مَا سِوَى ذَلِكَ مِنْ الصَّدَقَةِ ) وَقَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ : لَا يَدْفَعُ وَهُوَ رِوَايَةٌ عَنْ أَبِي يُوسُفَ رَحِمَهُ اللَّهُ اعْتِبَارًا بِالزَّكَاةِ .وَلَنَا قَوْلُهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ " { تَصَدَّقُوا عَلَى أَهْلِ الْأَدْيَانِ كُلِّهَا } " وَلَوْلَا حَدِيثُ مُعَاذٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَقُلْنَا بِالْجَوَازِ فِي الزَّكَاةِ .

وَقَوْلُهُ ( وَيُدْفَعُ مَا سِوَى ذَلِكَ مِنْ الصَّدَقَةِ ) يَعْنِي إلَى الذِّمِّيِّ لِأَنَّهُ هُوَ الْمَذْكُورُ أَوَّلًا دُونَ الْحَرْبِيِّ وَالْمُسْتَأْمَنِ وَفُقَرَاءُ الْمُسْلِمِينَ أَوْلَى

حَدِيثُ مُعَاذٍ فِي الزَّكَاةِ وَالْآخَرُ فِيمَا سِوَاهَا مِنْ الصَّدَقَاتِ الْوَاجِبَةِ كَصَدَقَةِ الْفِطْرِ وَالصَّدَقَةِ الْمَنْذُورَةِ وَالْكَفَّارَاتِ

Wallaahu A'lam

>> Masaji Antoro Wa'alaikumsalam Wr WbKalangan Syafi’iyyah sepakat tidak membolehkan pemberian zakat fitrah pada Non Muslim, tapi menurut sebagian madzhab lain terdapat pendapat yang membolehkannya

ولايجوز دفع شئ من الزكوات الي كافر سواء زكاة الفطر وزكاة المال وهذا لا خلاف فيه عندنا قال ابن المنذر: أجمعت الامة أنه لا يجزئ دفع زكاة المال إلى الذمي واختلفوا في زكاة الفطر فجوزها أبو حنيفة وعن عمرو بن ميمون وعمر بن شرحبيل ومرة الهمذاني أنهم كانوا يعطون منها الرهبان* وقال مالك والليث وأحمد وأبو ثور لا يعطون ونقل صاحب البيان عن ابن سيرين والزهرى جواز صرف الزكاة إلى الكفار

Dan tidak boleh memberikan harta-harta zakat pada orang kafir baik zakat mal atau fitrah dan yang demikian tidak ada perbedaan pendapat dikalangan syafi’iyyah.

Ibn Mundzir berkata “Ulama sepakat tidak boleh memberikan zakat mal pada kafir dzimmi (kafir yang telah tunduk dengan peraturan islam) sedang dalam permasalahan zakat fitrah mereka berbeda pendapat, Abu Hanifah dan dari Amr Bin Maimun, Umr bin Syarhabiil dan Marrah al-Hamdaani memberikannya pada para pendeta.

Imam Malik, al-Laits, Ahmad, Abu Tsaur tidak memberikannya, dinukil dari pengarang kitab Shohib al-Bayaan dari Ibn Siriin dan az-Zuhri membolehkan diberikan pada orang-orang non Muslim.Al-Majmuu’ ala Syarh al-Muhadzdzab VI/228

HUKUM MEMAINKAN ALAT MUSIK DAN BERSHOLAWAT YANG DI IRINGI ALAT MUSIK YANG DI HARAMKAN



618 HUKUM MEMAIKAN ALAT MUSIK DAN BERSHOLAWAT YANG DI IRINGI ALAT MUSIK YG DI HARAM KAN

Oleh Raden Madura BlogSpot pada 17 Februari 2014 pukul 10:40

Ramuna Alvarisie
Assalamualaikum... Saya mau menanyakan ttg hukum memainkan alt musik gitar, klo mmg ada larangan, ap alasanny.. Terima kasih

Raden Madura BlogSpot>>
Hukum alat-alat Musick seperti seruling Gitar Piano dll dengan segala macam jenisnya lainnya, kesemuanya itu hukumnya haram.

Referensi

الموسوعة الفقهية الكويتية الجزء ٣٩ ص ١١١

نصّ الفقهاء على أنّ استعمال آلات اللّهو كالمزمار والعود وغيرهما محرّم من حيث الجملة

واستدلّ الفقهاء على حرمة استعمال المزمار بحديث أبي أمامة عن النّبيّ صلّى اللّه عليه وسلّم قال ( إنّ اللّه عزّ وجلّ بعثني رحمةً وهدىً للعالمين وأمرني أن أمحق المزامير والكيارات والمعازف

حكم الاستماع للمزمار ونحوه من الآلات النّفخيّة

ذهب جمهور الفقهاء من الحنفيّة والشّافعيّة والحنابلة إلى عدم جواز الاستماع للمزمار وغيره من آلات اللّهو المحرّمة

حكم بيع المزمار

ذهب جمهور الفقهاء : المالكيّة والشّافعيّة والحنابلة والصّاحبان من الحنفيّة إلى تحريم بيع المزمار وآلات اللّهو المحرّمة كالمعازف

Referensi

الفقه الإسلامي وأدلته، للزحيلي الجزء الرابع ص ٢٢٦٥ مكتبة الشاملة

فالمشهور عند الأئمة من المذاهب الأربعة (الحنفية، والمالكية، والشافعية، والحنابلة) تحريم استعمال الآلات التي تطرب كالعود والطنبور والمعزفة والطبل والمزمار والرباب وغيرها من ضرب الأوتار والنايات والمزامير كلها

Referensi

كفاية الأخيار الجزء الثاني ص ٧٥

وأما آلات اللهو المشغلة عن ذكر الله فإن كانت بعد كسرها لا تعد مالا كالمتخذة من الخشب ونحوه فبيعها باطل لأن منفعتها معدومة شرعا ولا يفعل ذلك إلا أهل المعاصي وذلك كالطنبور والمزمار والرباب وغيرها

Referensi

إعانة الطالبين الجزء الثاني ص ٢٨٠

بخلاف الصوت الحاصل من آلات اللهو والطرب المحرمة - كالوتر - فهو حرام يجب كف النفس من سماعه
    ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
    1.Hukum solawat yang didendangkan dengan diiringi alat musik yang diharamkan hilaf :• Haram secara mutlak• Musiknya haram sholawatnya tetap sunnah

    Referensi1. الجمل على المنهج الجزء الخامس ص: 380( كغناء ) بكسر الغين والمد ( بلا آلة واستماعه ) فإنهما مكروهان لما فيهما من اللهو أما مع الآلة فمحرمان وتعبيرى بالاستماع هنا وفيما يأتى أولى من تعبيره بالسماع. قوله ( فإنهما مكروهان ) أي ولو من أجنبية أو أمراد إلا إن خاف فتنة أو نظرا محرما وإلا حرم وليس من الغناء ما اعتيد عند محاولة عمل وحمل ثقيل كحدو الأعراب لإبلهم وغناء النساء لتسكيت صغارهم فلا شك فى جوازه قال الغزالى الغناء إن قصد به ترويح القلب ليقوى على الطاعة فهو طاعة أو على المعصية فهو معصية أو لم يقصد به شيئ فهو لهو معفو عنه. إهـ ح ل ( قوله أما مع الآلة فهو محرما ) وهذا ما مشى عليه الشارح والذى مشى عليه م ر فى شرحه أن الغناء مكروه وعلى ما هو عليه والآلة محرمة وعبارته ومتى اقترن بالغناء آلة محرمة فالقياس كما قاله الزركشى تحريم الآلة فقط وبقاء الغناء على الكراهة إهـ.2. إحياء علوم الدين الجزء الثانى ص : 279فإن قلت فهل له حالة يحرم فيها. فأقول إنه يحرم بخمسة عوارض عارض فى المسمع وعارض فى آلة الإسماع وعارض فى نظم الصوت وعارض فى نفس المستمع أو فى مواظبته وعارض من كون الشخص من عوام الخلق لأن أركان السماع هى المسمع والمستمع وآلة الإسماع العارض الأول :أن يكون امرأة لا يحل النظر إليه وتخشى الفتنة من سماعها وفى معناها الصبى الأمراد - إلى أن قال - العارض الثانى :فى الآلة بأن تكون من شعار أهل الشرب أو المخنثين وهو المزامير والأوتار وطبل الكوبة فهذه ثلاثة أنواع ممنوعة وما عدا على ذلك يبقى على أصل الإباحة كالدف وإن كان فيه الجلاجل وكالطبل والشاهين والضرب بالقضيب وسائر الآلات." إذا اجتـمـع الـحـــــلال والـــحــــــرام غـــــــلب الـــــحــــرام "

    2.Hilaf :- Menurut Qoul Ashoh tidak dapat pahala- Menurut Muqobilul Ashoh dapat pahalaالجمل على المنهج الجزء الخامس ص: 380( قوله أما مع الآلة فهو محرمان ) وهذا ما مشى عليه الشارح والذى مشى عليه م ر فى شرحه أن الغناء مكروه وعلى ما هو عليه والآلة محرمة وعبارته ومتى اقترن بالغناء آلة محرمة فالقياس كما قاله الزركشى تحريم الآلة فقط وبقاء الغناء على الكراهة إهـ.2. غاية الوصول ص: 31(و) الأصح ( أنه ) اى فاعلها على القول بصحتها ( لا يثاب ) عليها عقوبة له عليها من جهة الغصب وقيل يثاب عليها من جهة الصلاة وإن عوقب من جهة الغصب فقد يعاقب بغير حرمان الثوب أو بحرمان بعضه.

    >> Hakam Ahmed ElChudrie 

    cuma mau nambahin ta'bir,

    المفتيعطية صقر .مايو 1997

    المبادئالقرآن والسنة

    السؤالما حكم الدين فيما نراه فى بعض حلقات الذكر من الضرب بالدفوف والمزامير وغيرها؟

    الجوابنقل القرطبى عن أبى بكر الطرطوشى رحمهما اللّه تعالى أنه سئل عن قوم يجتمعون فى مكان يقرءون شيئا من القرآن ، ثم ينشد لهم منشد شيئا من الشعر فيرقصون ويطربون ويضربون بالدف والشبابة ، هل الحضور معهم حلال أم لا؟ فأجاب : مذهب الصوفية أن هذا بطالة وجهالة وضلالة إلى آخر كلامه ، قلت : وقد رأيت أنه أجاب بلفظ غير هذا، وهو أنه قال :مذهب الصوفية بطالة وجهالة وضلالة ، وما الإِسلام إلا كتاب اللّه وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم وأما الرقص والتواجد فأول من أحدثه أصحاب السامرى لما اتخذ لهم عجلا جسدا له خوار قاموا يرقصون حوله ويتواجدون ، فهو دين الكفار وعبَّاد العجل ، وإنما كان مجلس النبى صلى الله عليه وسلم مع أصحابه كأنما على رءوسهم الطير من الوقار. فينبغى للسلطان ونوابه أن يمنعوهم من الحضور فى المساجد وغيرها، ولا يحل لأحد يؤمن باللّه واليوم الآخر أن يحضر معهم ولا يعينهم على باطلهم .هذا مذهب مالك والشافعى وأبى حنيفة وأحمد وغيرهم من أئمة المسلمين . "حياة الحيوان الكبرى للدميرى- العجل "فتاوى الأزهر ج 10 ص 310

    Pertanyaan :Bagaimana hukumnya kejadian yang kita lihat disebagian perkumpulan dzikir yang disertai dengan alunan terbang, seruling dan selainnya ?

    Jawaban :

    Al Qurthubi telah menuqil dari Abu Bakar al Thurthusyi rha, beliau pernah ditanya mengenai kaum yang berkumpul dalam suatu tempat yang disitu mereka membaca sebagian ayat Qur’an kemudian mereka melantunkan syair lalu mereka menari dan memukul terbang. Apakah menghadiri perkumpulan mereka itu dihalalkan atau tidak? Beliau menjawab, “Menurut mazhab shufi bahwa perbuatan itu adalah suatu kebodohan dan kesesatan…….dst.” namun, aku berkata, “Aku telah melihat kalau beliau pernah menjawab permasalahan itu dengan perkataan selain itu. Yaitu beliau pernah berkata, “Menurut mazhab shufi bahwa perbuatan itu adalah suatu kebodohan dan kesesatan.

    Tidaklah dalam Islam melainkan kitabullah dan sunnah Rasulullah saw. Adapun menari dan berkasih-kasihan, maka orang yang memulainya adalah teman-teman Samiri disaat dia telah berhasil membuat patung anak sapi bisa bersuara. Mereka berdiri, menari disekeliling anak sapi itu dan berkasih-kasihan, dan itu adalah perbuatan agama orang-orang kafir dan para penyembah anak sapi. Sedangkan majlis Nabi saw bersama para sahabat adalah seakan-akan diatas kepala mereka terdapat burung, karena ketenangan dan keantengan mereka. Sebaiknya, bagi para penguasa dan para wakilnya untuk melarang mereka dari mendatangi masjid-masjid dan lainnya, dan tidaklah halal bagi seorangpun yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menghadirinya dan tidak juga membantu kebatilan mereka.Demikian itu adalah mazhab Malik, syafi’I, Abu Hanifah, Ahmad dan dan para imam lainnya.“Hayatul Hayawanan al Kubra lil Damiri – al ‘Ajal (anak sapi jantan).”

    LINK asal
    LINK asal

    Selasa, 07 Januari 2014

    HUKUM PUASA NISYFU SYA'BAN

    Oleh : Kakek Jhosy

    HUKUM PUASA NISYFU SYA'BAN
    Dan bagaimanakah hukumnya puasa nisyfu sya'ban

    Al-Hadist  
    كَانَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ قَدْ صَامَ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ قَدْ أَفْطَرَ ، وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطُّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ ، كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ ، كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلا قَلِيلا 
    رواه مسلم، رقم ١١٥٦

    Beliau biasanya berpuasa sampai kami mengatakan sungguh telah berpuasa (terus). Dan beliau berbuka sampai kami mengatakan sungguh beliau telah berbuka. Dan aku tidak melihat beliau berpuasa yang lebih banyak dibandingkan pada bulan Sya’ban. Biasanya beliau berpuasa pada bulan Sya'ban semuanya, dan biasanya beliau berpuasa pada bulan sya’ban kecuali sedikit.
    (HR. Muslim) 

    Al- Hadist 
      لا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلا يَوْمَيْنِ إِلا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ 
    رواه البخاري، رقم ١٩١٤ ومسلم، رقم ١٠٨٢

    Jangan kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari dan dua hari kecuali bagi seseorang yang terbiasa berpuasa, maka (tidak mengapa) dia berpuasa
    (HR. Bukhari, no. 1914, dan Muslim, 1082) 


    An-Nawawi rahimahullah berkata : Ungkapan
    كَانَ يَصُوم شَعْبَان كُلّه , كَانَ يَصُومُهُ إِلا قَلِيلاً

    Biasanya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam berpuasa pada seluruh bulan Sya’ban. (Maksudnya) berpuasa di bulan Sya’ban kecuali sedikit (beberapa hari yang tidak berpuasa)

    Kalimat kedua adalah penafsiran dari kalimat pertama, dan menjelaskan bahwa kalimat Kullahu"   كُلّه  " maksudnya adalah Ghalibuhu, yaitu sebagian besarnya.

    Hadits ini menunjukkah dibolehkannya berpuasa setelah pertengahan bulan Sya’ban, akan tetapi bagi siapa yang ingin menyambung dengan puasa sebelumnya.

    Ulama kalangan mazhab Syafi'ie telah mengamalkan hadits-hadits ini, lalu mereka berkata, tidak dibolehkan berpuasa setelah pertengahan bulan Sya'ban kecuali bagi orang yang terbiasa berpuasa  atau ingin melanjutkan puasa sebelum pertangahan (Sya’ban). Dan ini adalah pendapat terkuat menurut kebanyakan mereka (ulama mazhab Syafi’i) bahwa larangan dalam hadits adalah untuk pengharaman. Sebagian lain berpendapat seperti Ar-Ruyani- bahwa larangan tersebut bersifat makruh, bukan untuk mengharamkan.

    Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan dalam kitab Riyadus Shalihin . Bab larangan mendahului Ramadan (dengan berpuasa) setelah pertengahan Sya’ban kecuali bagi orang yang meneruskan puasa sejak sebelum pertengahan (Sya'ban) atau bertepatan dengan kebiasaan berpuasa Senin Kamis.

    Mayoritas ulama' melemahkan hadits larangan berpuasa setelah pertengahan Sya'ban. Berdasarkan hal itu mereka mengatakan, tidak dimakruhkan berpuasa setelah pertengahan Sya'ban.

    Sedangkan Al-Hafiz rahimahullah berkata: Mayoritas ulama membolehkan berpuasa sunah setelah pertengahan Sya’ban, dan mereka melemahkan hadits yang ada tentang hal itu.  Imam Ahmad dan Ibnu Main berkata bahwa (haditsnya) munkar.

    Namun keharaman ini tidak berlaku mutlak. Keharaman ini dikecualikan bagi Puasanya disambung dengan puasa sebelum nisfu sya`ban, artinya ia juga berpuasa pada 15 sya`ban maka pada 16 sya`ban dibolehkan baginya untuk berpuasa.

    Bertepatan dengan adatnya berpuasa, misalnya ia telah terbiasa puasa senin kamis, maka dibolehkan baginya pada hari senin kamis setelah nisfu sya`ban untuk berpuasa senin kamis.

    Puasa lain yang memiliki sebab lain tersendiri seperti Puasa qadha (walaupun qadha puasa sunat), Puasa nazar, Puasa kafarah, puasa yang diperintahkan oleh Imam ketika akan shalat istisqa` (shalat meminta hujan) maka dibolehkan untuk berpuasa bahkan pada kasus puasa qadha wajib dan nazar wajib baginya untuk berpausa.


    Referensi 
    قال النووي 
    قَوْلهَا : ( كَانَ يَصُوم شَعْبَان كُلّه , كَانَ يَصُومُهُ إِلا قَلِيلا ) الثَّانِي تَفْسِيرٌ لِلأَوَّلِ , وَبَيَان أَنَّ قَوْلهَا "كُلّه" أَيْ غَالِبُهُ اهـ 
    فهذا الحديث يدل على جواز الصيام بعد نصف شعبان ، ولكن لمن وصله بما قبل النصف 
    وقد عمل الشافعية بهذه الأحاديث كلها ، فقالوا لا يجوز أن يصوم بعد النصف من شعبان إلا لمن كان له عادة ، أو وصله بما قبل النصف   
    هذا هو الأصح عند أكثرهم أن النهي في الحديث للتحريم وذهب بعضهم –كالروياني- إلى أن النهي للكراهة لا التحريم *  
    انظر : المجموع ج ٦ ص ٣٩٩- ٤٠٠  *  وفتح الباري ج ٤ ص ١٢٩

    Referensi 
    قال النووي رحمه الله في رياض الصالحين ص ٤١٢   
     باب النهي عن تقدم رمضان بصومٍ بعد نصف شعبان إلا لمن وصله بما قبله أو وافق عادة له بأن كان عادته صوم الاثنين والخميس  اهـ 
    وذهب جمهور العلماء إلى تضعيف حديث النهي عن الصيام بعد نصف شعبان ، وبناءً عليه قالوا : لا يكره الصيام بعد نصف شعبان 
    قال الحافظ : وَقَالَ جُمْهُورُ الْعُلَمَاءِ : يَجُوزُ الصَّوْمُ تَطَوُّعًا بَعْدَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَضَعَّفُوا الْحَدِيثَ الْوَارِدَ فِيهِ, وَقَالَ أَحْمَدُ وَابْنُ مَعِينٍ إِنَّهُ مُنْكَرٌ اهـ من فتح الباري 

    Referensi
    حاشية إعانة الطالبين ج ٢ ص ٢٧٣ فوترا طه
    تتمة) يحرم الصوم في أيام التشريق والعيدين وكذا يوم الشك لغير ورد وهو يوم ثلاثي شعبان وقد شاع الخبر بين الناس برؤية الهلال ولم يثبت وكذ بعد نصف شعبان ما لم يصله بما قبله أو لم يوافق عادته أو لم يكن عن نذر أو قضاء ولو عن نفل

    قوله: وكذا بعد نصف شعبان) أي وكذلك يحرم الصوم بعد نصف شعبان لما صح من قوله (ص): إذا انتصف شعبان فلا تصوموا
    قوله: ما لم يصله بما قبله) أي محل الحرمة ما لم يصل صوم ما بعد النصف بما قبله، فإن وصله به ولو بيوم النصف، بأن صام خامس عشره وتالييه واستمر إلى آخر الشهر، فلا حرمة
    قوله: أو لم يوافق عادته) أي ومحل الحرمة أيضا ما لم يوافق صومه عادة له في الصوم، فإن وافقها - كأن كان يعتاد صوم يوم معين كالاثنين والخميس - فلا حرمة
    قوله: أو لم يكن عن نذر إلخ) أي: ومحل الحرمة أيضا: ما لم يكن صومه عن نذر مستقر في ذمته، أو قضاء، ولو كان القضاء لنفل، أو كفارة، فإن كان كذلك، فلا حرمة، وذلك لخبر الصحيحين: لا تقدموا - أي لا تتقدموا - رمضان بصوم يوم أو يومين إلا رجل كان يصوم يوما ويفطر يوما فليصمه. وقيس بما في الحديث من العادة: النذر، والقضاء، والكفارة - بجامع السبب -. والله سبحانه وتعالى أعلم

    Referensi 
    حاشية القليوبي ج ١ ٣٦٦ دار الفكر  
    ثلاثة أيام بل أربعة بيوم الخروج فإنه من جملة الأمر ويجوز صومها ولو من نصف شعبان الثاني لأنه لسب

    Referensi 
    نيل الأوطار الجزء الرابع ص ٣٠٨ 
    قال العلماء : معنى الحديث : " لا تستقبلوا رمضان بصيام على نية الاحتياط لرمضان " قال الترمذي : لما أخرج هذا الحديث العمل على هذا عند أهل العلم كرهوا أن يتعجل الرجل بصيام قبل دخول رمضان بمعنى رمضان انتهى . وإنما اقتصر على يوم أو يومين لأنه الغالب فيمن يقصد ذلك . وقد قطع كثير من الشافعية بأن ابتداء المنع من أول السادس عشر من شعبان . واستدلوا بحديث العلاء بن عبد الرحمن عن أبيه عن أبي هريرة مرفوعا { إذا انتصف شعبان فلا تصوموا } أخرجه أصحاب السنن وصححه ابن حبان وغيره

    Link Asal : https://www.facebook.com/groups/Fiqhsalafiyyah/permalink/507095302695163/

    Minggu, 05 Januari 2014

    HUKUM TIDUR SEBELUM SHALAT

    Hukum Tidur Sebelum Sholat.....?

    Tidur merupakan sebagian aktifitas kemanusiaan alamiah yang tidak bisa dihindari. Meskipun begitu, tidur bukan berarti lepas dari jangkauan hukum syariat islam. Dalam beberapa keadaan tertentu tidur yang asal hukumnya adalah jawaz (boleh untuk dilakukan atau ditinggalkan) bisa menjadi haram. Tentu hal ini sangat erat kaitannya dengan ibadah mahdloh sebagaimana tidurnya orang yang mengabiskan waktu sholat dengan ceroboh ataupun memang disengaja untuk meninggalkan sholat. 
    Sudah bukan menjadi rahasia lagi jika sebagian besar masyarakat islam pernah melakukan qodlo’ sholat sebab tidur. Sering kali orang tidur terlelap hingga menghabiskan waktu sholat sehingga harus melakukan qodlo’.  Anehnya lagi, kebiasaan sholat qodlo’ bahkan sudah menjadi kebiasaan atau adat bagi sebagian masyakarat yang sulit untuk bangun. Mungkin ada juga yang sudah berusaha akan bangun seperti memasang alarm, namun tetap saja tidak bangun. Hal ini menjadi perhatian tersendiri bagi kalangan pesantren untuk merumuskan hukum orang yang tidur hingga melampui batas waktu sholat. Oleh karena itu, tulisan ini akan mencoba mengulas secara sederhana hukum orang yang tidur hingga melampui batas waktu sholat serta konsekuensi hukum yang diterima oleh orang tersebut dari sudut pandang fiqh syafi’i.

    Pembahasan

    Hukum awal bagi seseorang yang tidur sebelum melakukan sholat adalah makruh. Hal ini berdasarkan penjelasan hadist nabi yang terdapat dalam  kompilasi hadist shohih muslim. Bahwa nabi sesungguhnya mengakhirkan sholat ‘isya hingga sepertiga malam dan mememakruhkan tidur sebelum melakukan sholat ‘isya dan ngerumpi setelah sholat isya.
    كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يؤخر العشاء إلى ثلث الليل ويكره النوم قبلها والحديث بعدها
    Menanggapi hadist tersebut, sebagaimana dikutip dari kitab  Syarah An-nawawi ‘Ala Muslim, para ulama berpendapat bahwa kemakruhan tidur sebelum melakukan sholat disebabkan karena ada kekhawatiran orang tersebut akan bertindak ceroboh sehingga menghilangkan waktu sholat atau waktu-waktu yang dianggap utama sebab waktunya habis untuk tidur. Selain itu, tidurnya orang yang belum sholat juga dapat mengakibatkan tasahul (mempermudah) didalam sholat sehingga ia lebih memilih tidur dan meninggalkan sholat. Dalam hadist tersebut tidur justru dianjurkan setelah melakukan sholat ‘isya. Bahkan tidak tidur setelah sholat ‘isya bisa makruh jika sampai tidak tidur semalaman (begadang) atau sahar. Karena sahar (begadang) dimalam hari menyebabkan malas untuk beraktifitas pada esok harinya. Meskipun begitu, ulama menggaris bawahi kemakruhan ngerumpi (hadast ) setelah sholat ‘isya’ itu khusus yang dibicarakan hal-hal yang bukan membawa kemaslahatan. Jika jika ngerumpi yang sifatnya membawa kemaslahatan hukumnya boleh tidak makruh seperti kegiatan belajar mengajar dan hal-hal positif lainnya.


    Referensi    
    شرح النووي على مسلم - (ج 2 / ص 442    
    قال العلماء : وسبب كراهة النوم قبلها أنه يعرضها لفوات وقتها باستغراق النوم ، أو لفوات وقتها المختار والأفضل ، ولئلا يتساهل الناس في ذلك فيناموا عن صلاتها جماعة ، وسبب كراهة الحديث بعدها أنه يؤدي إلى السهر ، ويخاف منه غلبة النوم عن قيام الليل ، أو الذكر فيه ، أو عن صلاة الصبح في وقتها الجائز ، أو في وقتها المختار أو الأفضل ، ولأن السهر في الليل سبب للكسل في النهار عما يتوجه من حقوق الدين والطاعات ومصالح الدنيا . قال العلماء : والمكروه من الحديث بعد العشاء هو ما كان في الأمور التي لا مصلحة فيها . أما ما فيه مصلحة وخير فلا كراهة فيه ، وذلك كمدارسة العلم ، وحكايات الصالحين ، ومحادثة الضيف والعروس للتأنيس ، ومحادثة الرجل أهله وأولاده للملاطفة والحاجة ، ومحادثة المسافرين بحفظ متاعهم أو أنفسهم ، والحديث في الإصلاح بين 
    الناس والشفاعة إليهم في خير ، والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر ، والإرشاد إلى مصلحة ونحو ذلك ، فكل هذا لا كراهة فيه

    Ulama syafi’iyyah dalam menafsirkan hadist diatas saling berbeda pendapat (khilaf) mengenai hukum makruh tidur sebelum sholat. Apakah hadist tersebut terkhusukan pada sholat isya’  sebagaimana teks hadist atau juga berlaku dalam sholat  sholat lima waktu  lainnya. Menurut al Qulyubi dan al Anshori dalam kitab Jamal  kemakruhan tidur sebelum sholat juga berlaku untuk sholat-sholat ada’ yang lainnya. Sedangkan menurut as Syarbini dalam kitab Mughnil Muhtaj, kemahruhan tidur sebelum sholat hanya terkhususkan pada sholat ‘isya karena Nabi memakruhan tidur pada waktu itu.

    Referensi   
    حاشيتا قليوبي - وعميرة - (2 / 82   
     تنبيه ) قد علم أن ما ذكر من كراهة النوم والحديث يجري في سائر الصلوات ، وإنما خصت العشاء بذكرهما لأنها محل النوم أصالة ، وإنما لم يكره الحديث قبل الفعل لأن الوقت باعث على تركه بطلب الفعل فيه 


    Referensi  
    مغني المحتاج - (1 / 124   
     و " يكره " النوم قبلها " أي صلاة العشاء بعد دخول وقتها لأنه صلى الله عليه و سلم كان يكره ذلك متفق عليه

    Hukum makruh sebagaimana yang dijelaskan diatas, yaitu tidurnya naim sebelum sholat, menurut syeikh Zainuddin al Malibari dalam kitab Fath al Mu’in tetap dihukumi makruh selama naim memiliki dhon (prasangka) akan bangun sebelum habis masa waktu sholat sehingga masih ada waktu untuk melakukan thoharoh (bersuci) dan sholat. Namun jika naim tidak memiliki dhon untuk bangun, maka hukumnya menjadi haram. Dhon tersebut bisa jadi karena sudah menjadi adat atau kebiasaan naim untuk bangun ataupun ada orang yang akan membangunkan. Konteks ini ketika naim tidur saat memasuki waktu sholat. Namun, jika naim tersebut tidak ada dhon atau ragu apakah dia bisa bangun atau tidak, maka jika ia memaksakan untuk tidur sebelum sholat hukumnya menjadi haram. Dengan demikian, hukum makruh bagi orang yang tidur setelah masuk waktunya sholat hanya terkhusukan pada orang yang memiliki dhon untuk bangun sebelum habis waktu sholat.


    Referensi    
                فتح المعين - (ج 1 / ص 142    
    فرع) يكره النوم بعد دخول وقت الصلاة وقبل فعلها، حيث ظن الاستيقاظ قبل ضيقه، لعادة أو لايقاظ غيره له، وإلا حرم النوم الذي لم يغلب في الوقت


    Lain halnya jika tidurnya naim tersebut sebelum memasuki waktu sholat. Jika naim tidur sebelum waktu sholat meskipun ia tidak ada dhon untuk bangun dan mengabiskan waktu sholat, menurut  zakaria al anshori dalam kitab Jamal hukumnya tidak haram. Hal ini disebabkan karena tidurnya naim yang belum memasuki waktu sholat menjadikan ia tidak dikenakan kewajiban sholat tersebut. Ambil saja contoh naim tidur pada waktu sholat ‘isya’ dan tidak bangun hingga habis waktu subuh. Maka hukum tidurnya naim tidak haram maupun makruh.


    Referensi   
    حاشية الجمل - (ج 3 / ص 1    
    وقوله : فإن نام قبل دخول الوقت لم يحرم إلخ هو شامل للعشاء فلا يكره النوم قبل دخول وقتها وشامل للجمعة أيضا فلا يكره النوم قبله ، وإن خاف فوت الجمعة ؛ لأنه ليس مخاطبا بها قبل دخول الوقت


    Bahkan dalam kitab hawasyi syarwani  orang yang tidur  (naim) sebelum masuk waktunya sholat baginya sama sekali tidak berdosa meskipun ia yakin bahwa tidurnya itu mampu mengahabiskan waktu sholat sehingga ia harus melakukan sholat qodlo’ bahkan sholat jum’at sekalipun. Adapun konsekuensi dari qodlo’ yang disebakan karena tidur sebelum masuk waktu sholat idak wajib fauran atau menyegerakan melakukan sholat qodlo’. Dalam hal ini akan dijelaskan secara khusus konsekuensi yang harus dilakukan oleh naim sebab meninggalkan sholat pada waktunya sehingga harus melakukan sholatb qodlo’.


    Referensi  
    حواشي الشرواني/ج2/ص407    
    على غير مكلف) أي كصبي ومجنون ومغمى عليه والسكران غير المتعدي أما المتعدي فتجب عليه صلاتها ظهرا وكذلك النائم ثم إن نام قبل دخول الوقت فلا إثم عليه وإن علم أنه يستغرق الوقت ولو جمعة على الصحيح ولا يلزمه القضاء فورا


    Pendapat diatas juga didukukung oleh imam As-subki dalam fatwanya yang dikutib oleh al Anshori dalam kitab Asnal Matholib bahwa tidak ada hokum haram bagi orang yang sekalipun ia dlhon akan menghabiskan waktu sholat ketika ia tidur sebelum masuk waktunyanya sholat dan tidak ada dosa sama sekali baginya. Namun putranya (As-subki) Imam Tajuddin berpendapat bahwa dalam masalah ini sebenarya ada beberapa pandangan atau qoul meskipun pandangan yang dikutip oleh As-subki adalah qoul yang mengatakan tidak haram.


    Referensi  
    أسنى المطالب/ج2/ص193    
    قَوْلُهُ وَقِيَاسُ مَا مَرَّ عَنْ ابْنِ الصَّلَاحِ وَغَيْرِهِ أَنَّ الشَّكَّ كَالظَّنِّ ) أَشَارَ إلَى تَصْحِيحِهِ ( قَوْلُهُ لَا تَصِيرُ فِي بَاقِيهِ قَضَاءً إلَخْ ) مِثْلُهُ مَا لَوْ أَفْسَدَهَا ثُمَّ فَعَلَهَا فِيهِ عَلَى الْأَصَحِّ ( قَوْلُهُ ثُمَّ نَامَ مَعَ ظَنِّهِ فَوْتَهَا إلَخْ ) فَإِنْ ظَنَّ قَبْلَ دُخُولِ الْوَقْتِ أَنَّهُ إنْ نَامَ اسْتَغْرَقَهُ فَلَا يَحْرُمُ كَمَا أَفْتَى بِهِ السُّبْكِيُّ قَالَ وَلَدُهُ تَاجُ الدِّينِ وَفِيهِ نَظَرٌ الْمَنْقُولُ أَنَّهُ لَا يَحْرُم


    Masih dari kitab yang sama (Asnal Matholib), sebagaimana yang diungkapkan oleh Tajuddin menganai khilafiah orang yang tidur sebelum waktu sholat dan ia yakin akan mengabiskan waktu sholat, menurut qoul yang dikutib dari Asnawi, hal itu hukumnya adalah haram sebagaimana yang difatwatkan oleh Imam Ibnu Sholah. Karena jika orang yang tidur sebelum waktu sholat dan ia yakin akan menghabiskan waktu sholat dilakukan berkali-kali maka akan menjadi ‘adat atau kebiasaan sehingga sudah diketahui sebelumnya bahwa ia akan tidak sholat. Qoul ibnu sholah atas keharaman hal itu juga diperkuat oleh Imam Al-Bulqini bahwa keharaman tersebut sudah tidak dipermasalahkan lagi karena orang lalai yang ceroboh karena perbuatannya sendiri dan ia menyadari akan kecerobohan itu, jika ia tetap melakukan hal itu (tidur) maka dia tetap berdosa.


    Referensi   
    أسنى المطالب/ج22/ص412    
     قَوْلُهُ نَقَلَهُ الْإِسْنَوِيُّ ) وَهُوَ شَبِيهٌ بِمَا إذَا نَامَ قَبْلَ الْوَقْتِ وَكَانَ يَعْلَمُ أَنَّهُ إذَا نَامَ قَبْلَ الْوَقْتِ وَكَانَ يَعْلَمُ أَنَّهُ إذَا نَامَ اسْتَغْرَقَ الْوَقْتَ بِالنَّوْمِ وَأَخْرَجَ الصَّلَاةَ عَنْ وَقْتِهَا وَقَدْ أَفْتَى ابْنُ الصَّلَاحِ بِأَنَّ ذَلِكَ حَرَامٌ وَجْهُ الْمُشَابَهَةِ أَنَّهُ إذَا تَكَرَّرَ ذَلِكَ مِنْهُ صَارَ عَادَةً لَهُ وَقَدْ عُلِمَ مِنْ عَادَتِهِ أَنَّهُ مَتَى اشْتَغَلَ بِهِ فَاتَتْهُ الصَّلَاةُ م وَقَالَ الْبُلْقِينِيُّ وَلَا إشْكَالَ فِيهِ لِأَنَّ تَعْصِيَةَ الْغَافِلِ اللَّاهِي إذَا كَانَ بِسَبَبٍ أَدْخَلَهُ عَلَى نَفْسِهِ بِاخْتِيَارِهِ وَقَدْ جَرَّبَهُ وَعَرَفَ أَنَّهُ تُوقِعُهُ فِي ذَلِكَ فَإِنَّهُ يَأْثَمُ بِهِ


    Mengingat orang yang telah meninggalkan sholat memiliki kewajiban untuk melakukan qodlo’ sholat atas sholat yang telah ia tinggalkan, lalu bagimana konsekuensi fiqh bagi orang yang tidur hingga meniggalkan sholat? Dalam hal ini, ar Romli  menjelaskan dalam kitab nihayatul muhtaj ila syarh al-minhaj bahwa qodlo’ wajib dilakukan secara musara’ah atau segera jika meninggalkan sholat bukan sebab udzur syar’i, namun jika meninggalkan sholat sebab udzur syar’I maka menyegerakan untuk melakukan qodlo’ sholat hanya sebatas sunnah.  Adapun ‘udzur syr’I yang sering dicontohkan dalam beberapa referensi kitab sebagaimana di Tuhfah adalah meninggalkan sholat sebab tidur atau lupa. Meskipun begitu, Syeikh Zainuddin Al-malibary tetap menggaris bawahi atas ‘udzur sebab tidur dan lupa dengan catatan bukan dilakukan secara ceroboh.


    Referensi   
    نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج - (ج 3 / ص 273   
      وَيُبَادِرُ بِالْفَائِتِ ) اسْتِحْبَابًا مُسَارَعَةً لِبَرَاءَةِ ذِمَّتِهِ إنْ فَاتَ بِعُذْرٍ كَنَوْمٍ وَنِسْيَانٍ ، وَوُجُوبًا إنْ فَاتَ بِغَيْرِ عُذْرٍ تَعْجِيلًا لِبَرَاءَةِ الذِّمَّةِ لِخَبَرِ { مَنْ نَامَ عَنْ صَلَاةٍ أَوْ نَسِيَهَا فَلْيُصَلِّهَا إذَا ذَكَرَهَا 


    Referensi  
    فتح المعين - (ج 1 / ص 31    
    ويبادر) من مر (بفائت) وجوبا، إن فات بلا عذر، فيلزمه القضاء فورا قال شيخنا أحمد بن حجر رحمه الله تعالى: والذي يظهر أنه يلزمه صرف جميع زمنه للقضاء ما عدا ما يحتاج لصرفه فيما لا بد منه، وأنه يحرم عليه التطوع، ويبادر به - ندبا - إن فات ر كنوم لم يتعد به ونسيان كذلك


    Adapun yang dimaksud dengan tidur yang tidak ceroboh dijelaskan dalam syarah fath al mu’in, I’anah at- tholibin, adalah tidurnya orang yang dhon(berprasangka) tidak akan bangun atau syak (ragu) bisa bangun atau tidak. Jadi, jika ada orang yang tidur dan berprasangka tidak tidak akan bangun kemudia ia meninggalkan sholat maka orang tersebut wajib untuk bergegas melaksanakan sholat. Hal ini khusus untuk konteks orang yang tidur setelah masuk waktunya sholat. Namun, jika ia tidur sebelum waktunya sholat sebagaimana penjelasan sebelumnya meskipun ia dhon tidak bangun maka tidak ada kewajiban untuk bergegas melakukan qodho’ sholat karena termasuk meninggalkan sholat sebab ada ‘uzur.


    Referensi     
    إعانة الطالبين - (ج 1 / ص 32
    قوله: كنوم لم يتعد به) بخلاف ما إذا تعدى، بأن نام في الوقت وظن عدم الاستيقاظ، أو شك فيه، فلا يكون عذرا

    Referensi  
    تحفة المحتاج في شرح المنهاج  - (ج 4 / ص 370    
     قَوْلُهُ : وَبِهِ يَنْدَفِعُ إلَخْ ) أَيْ ، بَلْ يَلْزَمُهُ الْمُبَادَرَةُ فِي الصُّورَتَيْنِ ، وَظَاهِرُهُ : وَإِنْ كَانَ انْتِفَاءُ الْبَقَاءِ بِعُذْرٍ لَكِنْ يَنْبَغِي أَنَّ مَحَلَّهُ فِي الثَّانِيَةِ إذَا تَعَمَّدَ التَّأْخِيرَ فَإِنْ كَانَ بِعُذْرٍ كَنَوْمٍ قَبْلَ الْوَقْتِ إلَى أَنْ يَبْقَى مِنْهُ دُونَ رَكْعَةٍ فَيَنْبَغِي عَدَمُ وُجُوبِ الْمُبَادَرَةِ


    Kesimpulan: 

    Dari penjelasan diatas, hukum orang yang tidur atau naim sebelum melakukan sholat dibedakan menjadi dua. Pertama,  jika naim tidur setelah waktu sholat maka hukumnya ditafsil. Jika ia ada dhon untuk bangun sebelum habis masa waktu sholat dan menyisakan waktu untuk bersuci dan sholat maka hukumnya makruh dan ia tidak wajib (sunnah) untuk bergegas melakukan qodlo jika ia meninggalkan sholat. Namun jika naim tidak memiliki dhon untuk bangun atau ragu apakah bisa bangun atau tidak maka hukum tidur tersebut menjadi haram dan ia wajib untuk bergegas melakukan qodlo’ jika ia meningggalkan sholat. Kedua, tidurnya naim (orang yang tidur) sebelum masuk waktunya sholat juga ditafsil. Jika ia tidur sebelum waktunya sholat dan ada dhon untuk bangun sebelum habis waktunya sholat maka ia tidak berdosa dan tidak wajib untuk bergegas melakukan qodlo ketika ia meninggalkan sholat. Namun, jika ia ada dhon untuk tidak bangun dan akan menghabiskan waktu sholat maka masih ada khilaf diantara para ulama. Menurut Imam as-subki hokum tidak haram dan tidak mendapatkanb dosa. Alasannya karena orang yang tidur sebelum waktu sholat tidak termasuk khithob orang yang wajib melakukan sholat karena saat ia dalam keadaan tidur. Selain itu, juga tidak ada kewajiban baginya (sunnah) untuk bergegas melakukan qodlo’ ketika ia meninggalkan sholat. Namun, menurut Imam Ibnu as-sholah, orang yang tidur sebelum waktunya sholat dan ia mengetahui akan menghabiskan waktu sholat hukumnya adalah haram. Hal ini disebebkan karena hal ini akan menjadi adat atau kebiasaan sehingga ia sengaja untuk meninggalakan sholat sebab tidurnya. Jika menganut pendapat ini, maka ia wajib untuk bergegas melakukan qodlo karena tidur sebab kecerobohan sehingga bukan termasuk uzur syar’i

    Jumat, 03 Januari 2014

    HUKUM SUMPAH DENGAN TERJAMAHAN LAFADZ ( والله بالله تالله)

    Seringkali terjadi adanya pelantikan yang disertai sumpah jabatan dengan mengucapkan  demi Alloh  ( terjamahan dari تالله, بالله, والله )

    Pertanyaan

    Sahkah sumpah dengan terjemahan ?

    Apabila tidak sah, bolehkah orang yang sumpah tersebut menyeleweng ( melanggar ) dari tugas tugas yang berkait dengan sumpahnya ?

    JAWABAN:

    Sumpah dengan terjemahan dihukumi sah. Sedangkan sumpah dengan ditarjamah termasuk lafadz kinayah menurut Qoul Mu’tamad. Karena tidak terlakunya kalimat tersebut untuk sumpah di dalam Al Qur’an ( لعدم ورودها ) Sedangkan menurut Muqobil Mu’tamad termasuk lafadz shorih. Karena memandang mashurnya / kejelasan lafadz tersebut untuk sumpah ( لشهرتها , ولصراحتها )


    Referensi:   
       حاشيتان قليوبى وعميرة الجزء الرابع ص: 36   
     ويصح ) اللعان ( بالعجمية ) وإن عرف العربية لأن المغلب فيه معنى اليمين أو الشهادة وهما بالغات سواء وتراعى ترجمة الشهادة واللعن والغضب قوله ( ترجمة الشهادة إلخ ) وكذا لفظ الله كما مر

    Referensi
     حاشية الجمل الجزء الرابع ص: 327   دار الفكر    
    وهو ) صريحه مشتق المفادة والخلع ( مشتق طلاق وفراق وسراح ) بفتح السين لاشتهارها فى معنى الطلاق وورودها فى القرآن مع تكرر بعضها فيه إلحاق ما لم بتكرر منه بما تكرر ( وترجمته ) أى مشتق ما ذكر بعجمية أو غيرها لشهرة استعمالها فى معناها عند أهلها شهرة استعمال العربية عند أهلها ويفرق بينها وبين عدم صراحة أنت على حرام عند النووى بأنها موضوعة للطلاق بخصوصه بخلاف ذلك وإن اشتهر فيه. قوله ( وترجمته ) مشتق ما ذكر بعجمية أى ولو ممن يحسن العربية أى الطلاق والفراق والسراح هذا والمعتمد أن ترجمة الفراق والسراح كناية وقوله بأنها أى ترجمة ما ذكر موضوعة إلخ أى فيما اشتهر وورد معناه فى القرآن لا يكون صريحا إلا إذا كان موضوعا للطلاق بخصوصه وقوله بخلاف ذاك أى فإنه لم يوضع للطلاق بخصوصه كما  يعلم مما سيأتى أنه تارة يريد به الطلاق وتارة يريد به الظهار وتارة يريد به تحريم عينها. إهـ ح ل


    Memandang dari sisi sumpahnya, maka diperbolehkan melanggar tugas tugas tersebut. Akan tetapi bila sumpahnya berhubungan dengan hal hal yang tidak bertentangan dengan syari’at, maka tetap tidak diperbolehkan melanggarnya.

    Referensi
      إسعاد الرفيق الجزء الثانى ص: 78    
     فوائد الأولى ) لا ينبغى الحلف بالله صادقا فكيف به كاذبا قال تعالى ولا تجعلوا الله عرضة لأيمانكم أى لا تجعلوه كالغرض المنصوب للرماة فى كل ما أردتم الامتناع من شيئ ولو خيرا أو لا تجعلوا الحلف بالله سببا مانعا عن التقوى فيدعى أحدكم إلى بر أو صلة رحم فيقول قد حلفت لله لا أفعله فال فى التحفة نعم لا يؤاخذ الله باللغو فى الأيمان وهو كل كلام مطروح لا يعتد به إهـ

    Referensi
      فتح القريب المجيب للسيد الملكى ص: 169   
    قوله ( وأوفوا بالعهد ) الآية فى سورة الإسراء والخطاب للمؤمنين والأمر للوجوب والمراد بالعهد ما يعم عهد الله وعهد الناس وعهد الله تعالى ما عهد إلى عباده أن يقوموا به من أوامره ونواهيه وعهد الناس ما يقع بينهم من الالتزام والتوثق والمراد بالوفاء بالعهد داع مقتضاه وعدم الغدر والخيانة فيه وقوله إن العهد كان مسؤولا أى يسأل الله عنه يوم القيامة ليثيب الصادقين ويعذب المنافقين

    Referensi
       سراج المنير الجزء الثالث 406   
     المسلمون على شروطهم ) الجائزة شرعا أى ثابتون عليها واقفون عندها قال العلقمى قال المنذرى وهذا فى الشروط الجائزة دون الفاسدة وهو من باب ما أمر فيه بالوفاء بالعقود يبنى عقود الدين وهو ما ينفذه المرء على  نفسه ويشترط الوفاء من مصالحة ومواعدة وتمليك وعقد وتدبير وبيع وإجارة ومناكحة وطلاق وزاد الترمذى بعد قوله على شروطهم إلا شرطا حرم حلالا أو حلل حراما

    Referensi
       التشريع الجنائى الجزء الأول ص:337   
    قلنا أن ما يخالف الشرع من قانون أو لائحة أو قرار باطل بطلانا مطلقا لكن هذا البطلان لا ينصب على كل نصوص القنون أو للائحة أو القرار وإنما ينصب على النصوص المخالفة للشريعة دون غيرها لأن أساس البطلان هو مخالف الشريعة فلا يمتد البطلان منطقيا لما يوافق الشريعة من النصوص

    Sumber : Doc : https://www.facebook.com/groups/Fiqhsalafiyyah/

    HUKUM MENGIKUTI PROGAM TANGGAL MERAH

    PERTANYAAN :

    Bagaimana hukumnya mengikuti program pemerintah dengan meliburkan hari-hari besar yang bertuliskan merah dalam kalender?

    JAWABAN

    Boleh, karena meliburkan hari-hari diatas tidak termasuk kategori mengagungkan hari raya non muslim melainkan hanya murni mengikuti program pemerintah.

    Referensi   
    Al Fatawi al Fiqhiyyah al Kubro juz 9 hal. 35   
    بَابُ الرِّدَّةِ ) ( وَسُئِلَ ) رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى وَرَضِيَ عَنْهُ هَلْ يَحِلُّ اللَّعِبُ بِالْقِسِيِّ الصِّغَارِ الَّتِي لَا تَنْفَعُ وَلَا تَقْتُلُ صَيْدًا بَلْ أُعِدَّتْ لِلَعِبِ الْكُفَّارِ وَأَكْلُ الْمَوْزِ الْكَثِيرِ الْمَطْبُوخِ بِالسُّكَّرِ وَإِلْبَاسُ الصِّبْيَانِ الثِّيَابَ الْمُلَوَّنَةِ بِالصُّفْرَةِ تَبَعًا لِاعْتِنَاءِ الْكَفَرَةِ بِهَذِهِ فِي بَعْضِ أَعْيَادِهِمْ وَإِعْطَاءِ الْأَثْوَابِ وَالْمَصْرُوفِ لَهُمْ فِيهِ إذَا كَانَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُمْ تَعَلُّقٌ مِنْ كَوْنِ أَحَدِهِمَا أَجِيرًا لِلْآخَرِ مِنْ قَبِيلِ تَعْظِيمِ النَّيْرُوزِ وَنَحْوِهِ فَإِنَّ الْكَفَرَةَ صَغِيرَهُمْ وَكَبِيرَهُمْ وَضَعِيفَهُمْ وَرَفِيعَهُمْ حَتَّى مُلُوكَهُمْ يَعْتَنُونَ بِهَذِهِ الْقِسِيِّ الصِّغَارِ وَاللَّعِبِ بِهَا وَبِأَكْلِ الْمَوْزِ الْكَثِيرِ الْمَطْبُوخِ بِالسُّكَّرِ اعْتِنَاءً كَثِيرًا وَكَذَا بِإِلْبَاسِ الصِّبْيَانِ الثِّيَابَ الْمُصَفَّرَةَ وَإِعْطَاءَ الْأَثْوَابِ وَالْمَصْرُوفِ لِمَنْ يَتَعَلَّقُ بِهِمْ وَلَيْسَ لَهُمْ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ عِبَادَةُ صَنَمٍ وَلَا غَيْرِهِ وَذَلِكَ إذَا كَانَ الْقَمَرُ فِي سَعْدِ الذَّابِحِ فِي بُرْجِ الْأَسَدِ وَجَمَاعَةٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ إذَا رَأَوْا أَفْعَالَهُمْ يَفْعَلُونَ مِثْلَهُمْ فَهَلْ يَكْفُرُ ، أَوْ يَأْثَمُ الْمُسْلِمُ إذَا عَمِلَ مِثْلَ عَمَلِهِمْ مِنْ غَيْرِ اعْتِقَادِ تَعْظِيمِ عِيدِهِمْ وَلَا افْتِدَاءٍ بِهِمْ أَوْ لَا ؟ ( فَأَجَابَ ) نَفَعَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى بِعُلُومِهِ الْمُسْلِمِينَ بِقَوْلِهِ لَا كُفْرَ بِفِعْلِ شَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ فَقَدْ صَرَّحَ أَصْحَابُنَا بِأَنَّهُ لَوْ شَدَّ الزُّنَّارَ عَلَى وَسَطِهِ ، أَوْ وَضَعَ عَلَى رَأْسِهِ قَلَنْسُوَةَ الْمَجُوسِ لَمْ يَكْفُرْ بِمُجَرَّدِ ذَلِكَ ا هـ فَعَدَمُ كُفْرِهِ بِمَا فِي السُّؤَالِ أَوْلَى وَهُوَ ظَاهِرٌ بَلْ فَعَلَ شَيْئًا مِمَّا ذُكِرَ فِيهِ لَا يَحْرُمُ إذَا قَصَدَ بِهِ التَّشْبِيهَ بِالْكُفَّارِ لَا مِنْ حَيْثُ الْكُفْرُ وَإِلَّا كَانَ كُفْرًا قَطْعًا فَالْحَاصِلُ أَنَّهُ إنْ فَعَلَ ذَلِكَ بِقَصْدِ التَّشْبِيهِ بِهِمْ فِي شِعَارِ الْكُفْرِ كَفَرَ قَطْعًا ، أَوْ فِي شِعَارِ الْعَبْدِ مَعَ قَطْعِ النَّظَرِ عَنْ الْكُفْرِ لَمْ يَكْفُرْ وَلَكِنَّهُ يَأْثَمُ وَإِنْ لَمْ يَقْصِدْ التَّشْبِيهَ بِهِمْ أَصْلًا وَرَأْسًا فَلَا شَيْءَ عَلَيْهِ ثُمَّ رَأَيْت بَعْضَ أَئِمَّتِنَا الْمُتَأَخِّرِينَ ذَكَرَ مَا يُوَافِقُ مَا ذَكَرْتُهُ فَقَالَ وَمِنْ أَقْبَحِ الْبِدَعِ مُوَافَقَةُ الْمُسْلِمِينَ النَّصَارَى فِي أَعْيَادِهِمْ بِالتَّشَبُّهِ بِأَكْلِهِمْ وَالْهَدِيَّةِ لَهُمْ وَقَبُولِ هَدِيَّتِهِمْ فِيهِ وَأَكْثَرُ النَّاسِ اعْتِنَاءً بِذَلِكَ الْمِصْرِيُّونَ وَقَدْ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ } بَلْ قَالَ ابْنُ الْحَاجِّ لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَبِيعَ نَصْرَانِيًّا شَيْئًا مِنْ مَصْلَحَةِ عِيدِهِ لَا لَحْمًا وَلَا أُدْمًا وَلَا ثَوْبًا وَلَا يُعَارُونَ شَيْئًا وَلَوْ دَابَّةً إذْ هُوَ مُعَاوَنَةٌ لَهُمْ عَلَى كُفْرِهِمْ وَعَلَى وُلَاةِ الْأَمْرِ مَنْعُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ ذَلِكَ وَمِنْهَا اهْتِمَامُهُمْ فِي النَّيْرُوزِ بِأَكْلِ الْهَرِيسَةِ وَاسْتِعْمَالِ الْبَخُورِ فِي خَمِيسِ الْعِيدَيْنِ سَبْعَ مَرَّاتٍ زَاعِمِينَ أَنَّهُ يَدْفَعُ الْكَسَلَ وَالْمَرَضَ وَصَبْغِ الْبَيْضِ أَصْفَرَ وَأَحْمَرَ وَبَيْعِهِ وَالْأَدْوِيَةُ فِي السَّبْتِ الَّذِي يُسَمُّونَهُ سَبْتَ النُّورِ وَهُوَ فِي الْحَقِيقَةِ سَبْتُ الظَّلَّامِ وَيَشْتَرُونَ فِيهِ الشَّبَثَ وَيَقُولُونَ إنَّهُ لِلْبَرَكَةِ وَيَجْمَعُونَ وَرَقَ الشَّجَرِ وَيَلْقُونَهَا لَيْلَةَ السَّبْتِ بِمَاءٍ يَغْتَسِلُونَ بِهِ فِيهِ لِزَوَالِ السِّحْرِ وَيَكْتَحِلُونَ فِيهِ لِزِيَادَةِ نُورِ أَعْيُنِهِمْ وَيَدَّهِنُونَ فِيهِ بِالْكِبْرِيتِ وَالزَّيْتِ وَيَجْلِسُونَ عَرَايَا فِي الشَّمْسِ لِدَفْعِ الْجَرَبِ وَالْحَكَّةِ وَيَطْبُخُونَ طَعَامَ اللَّبَنِ وَيَأْكُلُونَهُ فِي الْحَمَّامِ إلَى غَيْرِ ذَلِكَ مِنْ الْبِدَعِ الَّتِي اخْتَرَعُوهَا وَيَجِبُ مَنْعُهُمْ مِنْ التَّظَاهُرِ بِأَعْيَادِهِمْ ا هـ


    Referensi   
    Hasyiyah al Bujaeromi ‘ala al Khotib juz 4 hal. 291    
    خَاتِمَةٌ : تَحْرُمُ مَوَدَّةُ الْكَافِرِ لِقَوْلِهِ تَعَالَى : { لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاَللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ } ، فَإِنْ قِيلَ : قَدْ مَرَّ فِي بَابِ الْوَلِيمَةِ أَنَّ مُخَالَطَةَ الْكُفَّارِ مَكْرُوهَةٌ أُجِيبُ بِأَنَّ الْمُخَالَطَةَ تَرْجِعُ إلَى الظَّاهِرِ وَالْمَوَدَّةَ إلَى الْمَيْلِ الْقَلْبِيِّ فَإِنْ قِيلَ : الْمَيْلُ الْقَلْبِيُّ لَا اخْتِيَارَ لِلشَّخْصِ فِيهِ أُجِيبَ : بِإِمْكَانِ دَفْعِهِ بِقَطْعِ أَسْبَابِ الْمَوَدَّةِ الَّتِي يَنْشَأُ عَنْهَا مَيْلُ الْقَلْبِ كَمَا قِيلَ : إنَّ الْإِسَاءَةَ تَقْطَعُ عُرُوقَ الْمَحَبَّةِ .قَوْلُهُ : ( تَحْرُمُ مَوَدَّةُ الْكَافِرِ ) أَيْ الْمَحَبَّةُ وَالْمَيْلُ بِالْقَلْبِ وَأَمَّا الْمُخَالَطَةُ الظَّاهِرِيَّةُ فَمَكْرُوهَةٌ وَعِبَارَةُ شَرْحِ م ر وَتَحْرُمُ مُوَادَّتُهُمْ وَهُوَ الْمَيْلُ الْقَلْبِيُّ لَا مِنْ حَيْثُ الْكُفْرُ وَإِلَّا كَانَتْ كُفْرًا وَسَوَاءٌ فِي ذَلِكَ أَكَانَتْ لِأَصْلٍ أَوْ فَرْعٍ أَمْ غَيْرِهِمَا وَتُكْرَهُ مُخَالَطَتُهُ ظَاهِرًا وَلَوْ بِمُهَادَاةٍ فِيمَا يَظْهَرُ مَا لَمْ يُرْجَ إسْلَامُهُ وَيَلْحَقُ بِهِ مَا لَوْ كَانَ بَيْنَهُمَا نَحْوُ رَحِمٍ أَوْ جِوَارٍ ا هـ وَقَوْلُهُ : مَا لَمْ يَرْجُ إسْلَامَهُ أَوْ يَرْجُ مِنْهُ نَفْعًا أَوْ دَفْعَ شَرٍّ لَا يَقُومُ غَيْرُهُ فِيهِ مَقَامَهُ كَأَنْ فَوَّضَ إلَيْهِ عَمَلًا يَعْلَمُ أَنَّهُ يَنْصَحُهُ فِيهِ وَيَخْلُصُ أَوْ قَصَدَ بِذَلِكَ دَفْعَ ضَرَرٍ عَنْهُ وَأَلْحَقَ بِالْكَافِرِ فِيمَا مَرَّ مِنْ الْحُرْمَةِ وَالْكَرَاهَةِ الْفَاسِقَ وَيُتَّجَهُ حَمْلُ الْحُرْمَةِ عَلَى مَيْلٍ مَعَ إينَاسٍ لَهُ أَخْذًا مِنْ قَوْلِهِمْ : يَحْرُمُ الْجُلُوسُ مَعَ الْفُسَّاقِ إينَاسًا لَهُمْ أَمَّا مُعَاشَرَتُهُمْ لِدَفْعِ ضَرَرٍ يَحْصُلُ مِنْهُمْ أَوْ جَلْبِ نَفْعٍ فَلَا حُرْمَةَ فِيهِ ا هـ ع ش عَلَى م ر قَوْلُهُ : ( الْمَيْلِ الْقَلْبِيِّ ) ظَاهِرُهُ أَنَّ الْمَيْلَ إلَيْهِ بِالْقَلْبِ حَرَامٌ وَإِنْ كَانَ سَبَبُهُ مَا يَصِلُ إلَيْهِ مِنْ الْإِحْسَانِ أَوْ دَفْعَ مَضَرَّةٍ وَيَنْبَغِي تَقْيِيدُ ذَلِكَ بِمَا إذَا طَلَبَ حُصُولَ الْمَيْلِ بِالِاسْتِرْسَالِ فِي أَسْبَابِ الْمَحَبَّةِ إلَى حُصُولِهَا بِقَلْبِهِ وَإِلَّا فَالْأُمُورُ الضَّرُورِيَّةُ لَا تَدْخُلُ تَحْتَ حَدِّ التَّكْلِيفِ وَبِتَقْدِيرِ حُصُولِهَا .يَنْبَغِي السَّعْيُ فِي دَفْعِهَا مَا أَمْكَنَ فَإِنْ لَمْ يُمْكِنْ دَفْعُهَا لَمْ يُؤَاخَذْ بِهَا ع ش عَلَى م ر قَوْلُهُ : ( الْإِسَاءَةَ إلَخْ ) أَيْ وَالْإِحْسَانُ الَّذِي مِنْهُ الْمَوَدَّةُ يَجْلُبُ الْمَحَبَّةَ .


    Referensi   
    Bughyah al Musytarsyidin juz 1 hal. 164    
    سنن الجمعة وفوائد تتعلق بالصلاة على النبي
    فائدة]: المتجة جواز ترك التعليم يوم الجمعة، لأنه يوم عيد مأمور فيه بالتبكير والتنيف وظقطع الأوساخ والروائح الكريهة، والدعاء إلى غروب الشمس رجاء ساعة الإجابة اهـ فتاوى ابن حجر. وفي الإيعاب: أن عمر رضي الله عنه طالت غيبته مدة حتى اشتاق إليه أهل المدينة، فلما قدم خرجوا للقائه، فأول من سبق إليه الأطفال، فجعل لهم ترك القرآن من ظهر يوم الخميس إلى يوم السبت، ودعا على من يغير ذلك اهـ ش ق.


    Referensi
    Khasyiah Al Jamal juz 2 hal 119
    قَالَ الشَّيْخُ عَمِيرَةُ قَالَ الرُّويَانِيُّ لَا يَجُوزُ التَّأْمِينُ عَلَى دُعَاءِ الْكَافِرِ لِأَنَّهُ غَيْرُ مَقْبُولٍ أَيْ لِقَوْلِهِ تَعَالَى { وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إلَّا فِي ضَلَالٍ } ا هـ . سم عَلَى الْمَنْهَجِ وَنُوزِعَ فِيهِ بِأَنَّهُ قَدْ يُسْتَجَابُ لَهُمْ اسْتِدْرَاجًا كَمَا اُسْتُجِيبَ لِإِبْلِيسَ فَيُؤَمَّنُ عَلَى دُعَائِهِ هَذَا وَلَوْ قِيلَ وَجْهُ الْحُرْمَةِ أَنَّ فِي التَّأْمِينِ عَلَى دُعَائِهِ تَعْظِيمًا لَهُ وَتَقْرِيرًا لِلْعَامَّةِ بِحُسْنِ طَرِيقَتِهِ لَكَانَ حَسَنًا وَفِي حَجّ مَا نَصُّهُ وَبِهِ أَيْ بِكَوْنِهِمْ قَدْ تُعَجَّلُ لَهُمْ الْإِجَابَةُ اسْتِدْرَاجًا يَرُدُّ قَوْلَ الْبَحْرِ يَحْرُمُ التَّأْمِينُ عَلَى دُعَاءِ الْكَافِرِ لِأَنَّهُ غَيْرُ مَقْبُولٍ ا هـ عَلَى أَنَّهُ قَدْ يَخْتِمُ لَهُ بِالْحُسْنَى فَلَا عِلْمَ بِعَدَمِ قَبُولِهِ إلَّا بَعْدَ تَحَقُّقِ مَوْتِهِ عَلَى الْكُفْرِ ثُمَّ رَأَيْت الْأَذْرَعِيَّ قَالَ إطْلَاقُهُ بَعِيدٌ وَالْوَجْهُ التَّأْمِينِ بَلْ نَدْبُهُ إذَا دَعَا لِنَفْسِهِ بِالْهِدَايَةِ وَلَنَا بِالنَّصْرِ مَثَلًا وَمَنَعَهُ إذَا جَهِلَ مَا يَدْعُو بِهِ لِأَنَّهُ قَدْ يَدْعُو بِإِثْمٍ أَيْ بَلْ هُوَ الظَّاهِرُ مِنْ حَالِهِ ( فَرْعٌ ) فِي اسْتِحْبَابِ الدُّعَاءِ لِلْكَافِرِ خِلَافٌ ا هـ


    Referensi   
    Tuhfah Al Muhtaj juz 9 hal 299   
    تنبيه) قضية تعبيرهم بالوجوب أخذا من الخبر أنه يحرم على المسلم عند اجتماعهما في طريق أن يؤثره بواسعه، وفي عمومه نظر، والذي يتجه أن محله إن قصد بذلك تعظيمه، أو عد تعظيما له عرفا، وإلا فلا وجه للحرمة


    Referensi   
    Bughyah al Musytarsyidin hal 91   
    مسألة ك) يجب امتثال أمر الإمام فى كل ما له فيه ولاية كدفع زكاة المال الظاهر فإن لم تكن له فيه ولاية وهو من الحقوق الواجبة أو المندوبة جاز الدفع إليه والاستقلال بصرفه فى مصارفه وإن كان المأمور به مباحا أو مكروها أو حراما لم يجب امتثال أمره فيه كما قاله م ر وتردد فيه فى التحفة ثم مال إلى الوجوب فى كل ما أمر به الإمام ولو محرما لكن ظاهرا فقط وما عداه إن كان فيه مصلحة عامة وجب ظاهرا وباطنا وإلا فظاهرا فقط أيضا والعبرة فى المندوب والمباح بعقيدة المأمور ومعنى قولهم ظاهرا أنه لا يأثم بعدم الامتثال ومعنى باطنا أنه يأثم. اهـ قلت وقال ش. ق. والحاصل أنه تجب طاعة الإمام فيما أمر به ظاهرا وباطنا مما ليس بحرام أو مكروه فالواجب يتأكد والمندوب يجب وكذا المباح إن كان فيه مصلحة كترك شرب التنباك إذا قلنا بكراهته لأن فيه خسة بذوى الهيآت وقد وقع أن السلطان أمر نائبه بأن ينادى بعدم شرب الناس له فى الأسواق والقهاوى فخالفوه وشربوا فهم العصاة ويحرم شربه الآن امتثالا لأمره ولو أمر الإمام بشىء ثم رجع ولو قبل التلبس به لم يسقط الوجوب. اهـ


    Referensi   
    Bariqoh mahmudiyyah juz 2 hal 354    
    وَرَخَّصَ جَمَاعَةٌ الِابْتِدَاءَ بِالْمَكْتُوبِ إلَيْهِ كَمَا كَتَبَ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ إلَى مُعَاوِيَةَ مُبْتَدِئًا بِاسْمِ مُعَاوِيَةَ وَأَنَا أَقُولُ فِيهِ أَيْضًا اسْتِحْبَابُ تَعْظِيمِ الْمُعَظَّمِ عِنْدَ النَّاسِ وَلَوْ كَافِرًا إنْ تَضَمَّنَ مَصْلَحَةً وَفِيهِ أَيْضًا إيمَاءٌ إلَى طَرِيقِ الرِّفْقِ وَالْمُدَارَاةِ لِأَجْلِ الْمَصْلَحَةِ وَفِيهِ أَيْضًا جَوَازُ السَّلَامِ عَلَى الْكَافِرِ عِنْدَ الِاحْتِيَاجِ كَمَا نُقِلَ عَنْ التَّجْنِيسِ مِنْ جَوَازِهِ حِينَئِذٍ ؛ لِأَنَّهُ إذًا لَيْسَ لِلتَّوْقِيرِ بَلْ لِلْمَصْلَحَةِ وَلِإِشْعَارِ مَحَاسِنِ الْإِسْلَامِ مِنْ التَّوَدُّدِ وَالِائْتِلَافِ وَفِيهِ أَيْضًا أَنَّهُ لَا يَخُصُّ بِالْخِطَابِ فِي السَّلَامِ عَلَى الْكَافِرِ وَلَوْ لِمَصْلَحَةٍ بَلْ يَذْكُرُ عَلَى وَجْهِ الْعُمُومِ وَفِيهِ أَيْضًا أَنَّهُ ، وَإِنْ رَأَى السَّلَامَ عَلَى الْكَافِرِ ، وَلَكِنْ لَمْ يَرِدْ ؛ لِأَنَّهُ فِي الْبَاطِنِ وَالْحَقِيقَةِ لَيْسَ لَهُ بَلْ لِمَنْ اتَّبَعَ الْهُدَى وَظَاهِرٌ أَنَّهُ لَيْسَ لَهُ تَبَعِيَّةُ هُدًى بَلْ فِيهِ إغْرَاءٌ عَلَى دَلِيلِ اسْتِحْقَاقِ الدُّعَاءِ بِالسَّلَامِ مِنْ تَبِيعَةِ الْهُدَى