Selasa, 04 Juni 2013

DOKTER LAKI2 MELAYANI PASEN PEREMPUAN - sebaliknya

Paula Octavia Yulius
assallammuallaikum...
mau tanya gmn hukumnya wanita muslimah bersalin dibantu dokter laki2...mksh


JAWABAN
Fiqh Salafiyyah Al-fattahul Ulum

1.Dokter wanita mengobati pasien laki-laki yang belum baligh (anak-anak)Tidak ada dalil tentang pelarangannya. Bahkan, para wanita dianjurkan bekerja sebagai dokter untuk pasien anak-anak, karena ia lebih utama daripada dokter laki-laki menurut sebagian ahlul-‘ilmi – karena sifat fithrah-nya.

2.Dokter wanita mengobati pasien laki-laki yang telah baligh (dewasa)Dalam hal ini dibagi menjadi dua kasus, yaitu :

a.Dokter mengobati secara langsung dengan menyentuh bagian tubuh pasien

Hukumnya adalah boleh jika dalam keadaan darurat. Mafhum-nya, jika tidak dalam keadaan darurat, maka tidak boleh.


Dalilnya antara lain adalah : Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2882

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ، حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ ذَكْوَانَ، عَنْ الرُّبَيِّعِ بِنْتِ مُعَوِّذٍ، قَالَتْ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " نَسْقِي وَنُدَاوِي الْجَرْحَى، وَنَرُدُّ الْقَتْلَى إِلَى الْمَدِينَةِ

Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdillah : telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Al-Mufadldlal : telah menceritakan kepada kami Khaalid bin Dzakwaan, dari Ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz, ia berkata : “Kami pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam (dalam satu peperangan), memberi minum, mengobati orang-orang yang terluka, serta memulangkan jenazah ke Madinah”


Ibnu Hajar rahimahullah berkata :

Referensi
Fathul Bary juz 6/80
وَفِيهِ جَوَازُ مُعَالَجَة الْمَرْأَة الْأَجْنَبِيَّة الرَّجُل الْأَجْنَبِيّ لِلضَّرُورَةِ قَالَ اِبْن بَطَّال : وَيَخْتَصُّ ذَلِكَ بِذَوَات الْمَحَارِمِ ثُمَّ بِالْمُتَجَالَّاتِ مِنْهُنَّ لِأَنَّ مَوْضِعَ الْجُرْحِ لَا يُلْتَذُّ بِلَمْسِهِ بَلْ يَقْشَعِرُّ مِنْهُ الْجِلْدُ فَإِنْ دَعَتْ الضَّرُورَة لِغَيْرِ الْمُتَجَالَّاتِ فَلْيَكُنْ بِغَيْرِ مُبَاشَرَةٍ وَلَا مَسٍّ وَيَدُلُّ عَلَى ذَلِكَ اِتِّفَاقُهُمْ عَلَى أَنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا مَاتَتْ وَلَمْ تُوجَدْ اِمْرَأَة تُغَسِّلُهَا أَنَّ الرَّجُلَ لَا يُبَاشِرُ غُسْلَهَا بِالْمَسِّ بَلْ يُغَسِّلُهَا مِنْ وَرَاءِ حَائِلٍ فِي قَوْلِ بَعْضِهِمْ كَالزُّهْرِيِّ وَفِي قَوْلِ الْأَكْثَرِ تُيَمَّمُ وَقَالَ الْأَوْزَاعِيُّ تُدْفَنُ كَمَا هِيَ قَالَ اِبْن الْمُنِير : الْفَرْقُ بَيْنَ حَال الْمُدَاوَاة وَتَغْسِيل الْمَيِّتِ أَنَّ الْغُسْلَ عِبَادَةٌ وَالْمُدَاَوةُ ضَرُورَة وَالضَّرُورَاتُ تُبِيحُ الْمَحْظُورَاتِ

Dalam hadits ini terdapat pembolehan seorang wanita mengobati laki-laki ajnabiyyah (bukan mahram) dalam keadaan darurat. Ibnu Baththaal berkata : ‘Hal itu dikhususkan bagi yang memiliki hubungan kemahraman, kemudian wanita yang telah tua di antara mereka, karena tempat/tubuh yang terluka tidak akan merasakan kenikmatan saat ia (wanita) menyentuhnya (laki-laki). Bahkan kulit yang disentuh itu terasa sakit. Pengobatan karena alasan darurat yang dilakukan oleh selain wanita yang telah tua, hendaknya dilakukan secara tidak langsung dan tidak melakukan sentuhan. Yang menunjukkan tentang hal itu adalah kesepakatan para ulama bahwasannya seorang wanita apabila meninggal tidak ditemukan wanita lain yang dapat memandikannya, maka laki-laki boleh memandikannya secara tidak langsung tanpa melakukan sentuhan. Ia melakukannya di balik tirai menurut pendapat sebagian ulama, seperti Az-Zuhriy. Sementara menurut pendapat jumhur ulama adalah dengan ditayamumkan. Al-Auza’iy berkata : ‘Wanita dikuburkan sebagaimana adanya’. Ibnul-Muniir berkata : ‘Perbedaan antara kondisi pengobatan dengan memandikan jenazah adalah bahwa memandikan jenazah merupakan ibadah, sedangkan pengobatan merupakan kondisi darurat, dan kondisi darurat membolehkan hal-hal yang (semula) dilarang 


An-Nawawiy rahimahullah berkata :

Referensi
Syarh Shahih Muslim, 6/437-438
فِيهِ خُرُوج النِّسَاء فِي الْغَزْوَة وَالِانْتِفَاع بِهِنَّ فِي السَّقْي وَالْمُدَاوَاة وَنَحْوهمَا ، وَهَذِهِ الْمُدَاوَاة لِمَحَارِمِهِنَّ وَأَزْوَاجهنَّ ، وَمَا كَانَ مِنْهَا لِغَيْرِهِمْ لَا يَكُون فِيهِ مَسّ بَشَرَة إِلَّا فِي مَوْضِع الْحَاجَة

Dalam hadits tersebut terdapat keterangan keluarnya wanita dalam peperangan dan kebolehan meminta bantuan mereka dalam pemberian air minum, pengobatan, dan yang lainnya. Pengobatan ini adalah untuk mahram-mahram dan suami-suami mereka. Adapun kepada selain mahram dan suami, maka tidak dilakukan dengan menyentuh kulit, kecuali pada tempat yang dibutuhkan saja.


An-Nawawiy rahimahullah berkata :  

Referensi
Syarh Shahih Muslim, 16/206
معنى الحديث أن ابن آدم قدر عليه نصيب من الزنا فمنهم من يكون زناه حقيقياً بإدخال الفرج في الفرج الحرام، ومنهم من يكون زناه مجازاً بالنظر الحرام أو الاستماع إلى الزنا وما يتعلق بتحصيله، أو بالمس باليد بأن يمس أجنبية بيده أو يقبلها، أو بالمشي بالرجل إلى الزنا أو النظر أو اللمس أو الحديث الحرام مع أجنبية ونحو ذلك، أو بالفكر بالقلب،

Makna hadits ini adalah bahwa sudah ditakdirkan bagi anak cucu Adam bagian dari zina yang pasti menimpanya. Di antaranya ada yang ditimpa zina secara hakiki, yaitu dengan masuknya farji ke dalam farji yang diharamkan. Di antaranya pula ada yang ditimpa zina secara majaziy, yaitu dengan memandang atau mendengar sesuatu yang haram atau dengan menyentuh wanita ajnabiyyah (yang bukan mahramnya) dengan tangannya atau menciumnya, atau berjalan kaki dengan tujuan zina, atau bercakap-cakap untuk membicarakan sesuatu yang haram dengan wanita ajnabiyyah. Zina juga bisa lewat berpikir dengan hati akan sesuatu yang haram…

Link Asal : https://www.facebook.com/groups/Fiqhsalafiyyah/permalink/502440789827281/?comment_id=502445249826835&offset=0&total_comments=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar