Kamis, 09 Mei 2013

NIKAH TANPA WALI DAN SAKSI

Ahmad Jn Bromas
Assalamualaikum, mo nanyak
Di kampung q ada suami istri bercerai, setelah masa iddah si istri selesai, sang suami ingin rujuk kembali.
Pertanyaan,
Bagaimanakah cara rujuknya si suami?
Kalau nikah baru apa masih membutuhkan wali atau saksi?
Sukron kashir


JAWABAN
Syifa Ramadhany Forza Juventini
>>> Diantara syarat nikah harus dengan adanya wali dan saksi dan maskawin sudah ada kesepakatan antara empat Imam

Referensi
Fathul bari
بَابُ الْأَوْلِيَاءِ وَالْأَكْفَاءِ ( وَيَنْعَقِدُ نِكَاحُ الْحُرَّةِ الْعَاقِلَةِ الْبَالِغَةِ بِرِضَاهَا ) وَإِنْ لَمْ يَعْقِدْ عَلَيْهَا وَلِيٌّ بِكْرًا كَانَتْ أَوْ ثَيِّبًا ( عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ وَأَبِي يُوسُفَ ) رَحِمَهُمَا اللَّهُ ( فِي ظَاهِرِ الرِّوَايَةِ
وَعَنْ أَبِي يُوسُفَ ) رَحِمَهُ اللَّهُ ( أَنَّهُ لَا يَنْعَقِدُ إلَّا بِوَلِيٍّ
وَعِنْدَ مُحَمَّدٍ يَنْعَقِدُ وُقُوفًا ) وَقَالَ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ رَحِمَهُمَا اللَّهُ لَا يَنْعَقِدُ النِّكَاحُ بِعِبَارَةِ النِّسَاءِ أَصْلًا لِأَنَّ النِّكَاحَ يُرَادُ لِمَقَاصِدِهِ وَالتَّفْوِيضُ إلَيْهِنَّ مُخِلٌّ بِهَا ، إلَّا أَنَّ مُحَمَّدًا رَحِمَهُ اللَّهُ يَقُولُ : يَرْتَفِعُ الْخَلَلُ بِإِجَازَةِ الْوَلِيِّ

*******************

Menurut kalangan Syafi'iyyah dan Malikiyyah pernikahan tanpa seorang wali tidak terjadi....

الفقه على المذاهب الأربعة ج 4 ص 46
قد عرفت مما ذكرناه أن الشافعية والمالكية اصطلحوا على عد الولي ركنا من أركان النكاح لا يتحقق عقد النكاح بدونه واصطلح الحنابلة و الحنفية على عده شرطا لا ركنا وقصروا الركن على الإيجاب والقبول إلا أن الحنفية قالوا : أنه شرط لصحة زواج الصغير والصغيرة والمجنون والمجنونة ولو كبارا أما البالغة العاقلة سواء كانت بكرا أو ثيبا فليس لأحد عليها ولاية النكاح بل لها أن تباشر عقد زواجها ممن تحب بشرط أن يكون كفأ وإلا كان للولي حق الاعتراض وفسخ العقد

Telah engkau ketahui dari penjelasan kami bahwa kalangan Syafi’iyyah dan Malikiyyah mengartikan keberadaan seorang wali dalam pernikahan merupakan bagian dari rukun-rukun nikah dalam arti tidak akan terjadi pernikahan tanpa seorang wali, sedangkan kalangan Hanabilah dan Hanafiyyah mengartikan keberadaan seorang wali dalam pernikahan menjadi syarat dalam pernikahan sedang rukun nikah hanya sebatas ‘ijab dan qabul’, kalangan Hanafiyyah menilai wali menjadi syarat sahnya pernikahan seorang bocah laki-laki ataupun perempuan dan orang gila laki-laki ataupun perempuan meskipun ia telah dewasa.
Sedang untuk wanita dewasa yang normal akalnya baik masih gadis ataupun janda maka tidak ada seorangpun berhak menjadi perwalian atas nikahnya, dia bisa menjalani pernikahan dengan lelaki yang ia cintai bila memang sepadan dengannya bila tidak seorang wali berhak menentang dan menfasakh (merusak) pernikahannya.
Al-Fiqh alaa Madzaahib al-Arba’ah IV/46

التقليد والاجتهاد ص 22-23
ومنها ما نسب الى داود الظاهرى من جواز النكاح بلا ولي ولا شهود فلا يعتبر بما ذكره بعضهم فى جواز تقليده وممن يصح بحرمة تقليده فى هذا القول العلامة الشبراملسى فى حواشى النهاية .

Diantara keputusan seorang hakim yang tidak diperbolehkan untuk dijalankan adalah pernikahan dengan mengikuti madzhab Abu Daud adz-Dhohiri yang memperkenankan pernikahan tanpa wali dan saksi, maka tidak boleh mengikuti pendapat yang memandang kelegalan pernikahan semacam ini, diantara ulama yang mengabsahkan keharaman mengikuti pernikahan mengikuti pendapat ini al-Alim al-‘Allamah as-Syibramalisy dalam kitab Hawaasyi an-Nihaayah
At-Taqliid wal Ijtihaad hal 22-23
Wallaahu A'lamu Bis Showaab

Link Asal
https://www.facebook.com/groups/Fiqhsalafiyyah/permalink/490998000971560/?comment_id=491004144304279&offset=0&total_comments=8

1 komentar: