Fathur Love'na Adinda Fatma
As wr wb..
Bgai mn hkumx klo slah anggota bdan yg hrz d bsuh atw d usap ktka brwuduk mgalami luka parah atw d perban?.Pa kah kt hrz mncopot perban itu?
- JAWABAN
apabila bagian dari anggauta wuduk ada yg luka dan membutuhkan untuk d perban baik pada waktu perletakan nya dalam ke adaan suci atau tidak serta dhawatirkan untuk melepaskankan nya maka cukup membasuh anggauta yg dperban saja karna kesulitan/hawatir untuk melepasnya
AL MAJMU' 2/368
-----------
QOOLAL MUSHONNIFU IDZAA KAANA 'ALAA BA'DLI A'DLOOIHI KASRUN YACHTAAJU ILAA WADL'IL JABAAIRI WADLO'AL JABAAIRO 'ALAA THUHRIN FAIN WADLO'AHAA 'ALAA TUHRIN TSUMMA ACHDATSA WAKHOOFA MIN NAZ'IHAA AU WADLO'AHAA 'ALAA GHOIRI THUHRIN WAKHOOFA MIN NAZ'IHAA MASACHA 'ALAAL JABAAIRI LIANNAN NABIYYA SAW AMAR 'ALIYYAN RODLIYA LLOHU 'ANHU ANYAMSACHA 'ALAAL JABAAIRI WALIANNAHU TALCHAKUHUL MASYAQQOTU FII NAZ'IHAA FAJAAZAL MASCHU 'ALAIHAA KALCHUEI WAHAL YALZAMUHU MASCHUL JAMII'I AM LAA FIIHI WAJHAANI ACHADUHUMAA YALZAMUHU MASCHUL JAMII'I LIANNAHU MASCHU UJIIZA LIDLDLORUUROTI FAWAJABA FIIHIL ISTII'AABU KALMASCHI FITTAYAMMUMI WATSTSAANI YUJZIUHU MAA WAQO'A 'ALAIHIL ISMU LIANNAHU MASCHU 'ALAA CHAAILIN MUNFASHILIN FAHUA KAMASCHIL KHUFFI.
Kakek Jhosy >>> Wa'alaikum salam wr wb
Ada pendapat yang ringan
Menurut imam Syafi’i orang yang di anggauta wudlunya ada luka atau bengkak kemudian diperban dan ia takut mengusap perban dan bertayamum. Menurut imam Hanafi dan malik: jika yang sakit lebih kecil daripada yang sehat, maka cukup membasuh yang sehat dan disunnahkan mengusap yang sakit. Apabila yang sehat lebih kecil, maka hanya wajib tayamum. Dan tidak wajib membasuh anggota yang sehat. Menurut imam Ahmad, membasuh anggota yang wajib dan tayamum untuk sakit tidak wajib mengusap perban. Pendapat pertama mengambil langkah yang berhati-hati, dengan menambahkan: wajibnya mengusap tambalan (perban) karena diambil pada anggota badan yang shohih/sehat secara umum untuk penanggulangan. Pendapat yang kedua, ketika yang lebih banyak itu luka atau koreng, maka hukum berada padanya. Karena parahnya sakit saat demikian, lebih diutamakan dalam penyucian anggota badan dibanding harus membasuh dengan air. Karena penyakit itu adalah menghapus terhadap kesalahan (dosa)
Apabila ada udzur untuk melepas ( tambal) seperti apa yang disebut dalam syarah muhadzab maka wajib mengqodoi shalatnya dan mengusapnya dengan air menurut yang mashur, karena hal ini tidak ada keserupaan, dengan pemakai muzah ( alas kaki arab )Menurut pendapat yang kedua tidak perlu qodlo shalatnya ( bila dilakukan ) karena termasuk udzur, perbedaan pendapat di dalam dua kelompok tersebut, dalam mas’alah, penutup (tambal) yang terdapat selain anggota tayamum (seperti lengan/muka) maka jelas harus mengqodlo shalatnya, karena ada kurangnya antara pengganti dan yang diganti. Hal itu diyakini oleh imam nawawi didalam aslinya kitab Roudloh dan menukilnya didalam kitab syarah al-muhadzab, S/d Menurut yang adzhar, jika waktu memasang penutup (tambal) itu dalam kondisi suci, maka tidak perlu mengulang shalatnya, kalau tidak suci maka wajib mengulang. Menurut yang mashur
( terpilih ) yang dahulu tidak wajib
Jika pada diri seseorang yang berhadats terdapat luka maka menurut pendapat yang paling shahih adalah disyaratkannya tayammum pada saat membasuh anggota badan yang terluka karena menjaga tertibnya wudlu. Dan menurut pendapat yang kedua, dia boleh bertayammum kapanpun dia mau seperti junub (mandi besar), karena tayammum adalah ibadah yang terpisah, sedangkan menjaga tertib adalah berlaku pada satu ibadah. Seandainya terdapat dua luka pada anggota wudlu orang berhadats maka menurut pendapat ashah adalah bertayammum dua kali, sedangkan menurut pendapat yang kedua cukup dengan satu kali tayammum, dan setiap tangan dan kaki dihukumi seperti satu anggota, namun disunnahkan menjadikan setiap satu anggota sebagai satu bagian. (Syarh): yang dimaksud dengan dua kali tayammum adalah jika diwajibkan tertib antara keduanya. Namun jika tidak diwajibkan tertib antara keduanya seperti luka tersebut merata pada wajah dan kedua tangan maka cukup dengan satu kali tayammum bagi keduanya. Begitu pula jika luka tersebut merata pada seluruh anggota wudlu, karena gugurnya tertib yang (disyaratkan)
Referensi
Al-Mizan Juz 1/135
وَمِنْ ذَلِكَ قَوْلُ اْلإِمَامِ الشَّافِعِىِّ مَنْ كَانَ بِعُضْوٍ مِنْ أَعْضَائِهِ جَرْحٌ اَوْكَسْرٌ اَوْ قُرُوْحٌ وَاَلْصَقَ عَلَيْهِ جَبِيْرَةً وَخَافَ مِنْ نَزْعِهَا التَّلَفَ اَنَّهُ يَمْسَحُ عَلَى الْجَبِيْرَةِ وَتَيَمَّمَ مَعَ قَوْلِ أَبِى حَنِيْفَةَ وَمَالِكٍ اَنَّهُ اِنْ كَانَ بَعْضُ جَسَدِهِ صَحِيْحًا وَبَعْضُهُ جَرِيْحًا وَلَكِنِ اْلأَكْثَرُ هُوَ الصَّحِيْحُ غَسْلُهُ وَسَقَطَ حُكْمُ الْجَرِيْحِ وَيُسْتَحَبُّ مَسْحُهُ بِالْمَاءِ. وَاِنْ كَانَ الصَّحِيْحُ هُوَ َاْلأَقَلَّ تَيَمَّمَ وَسَقَطَ غَسْلُ اْلعُضْوِ الصَّحِيْحِ وَقَالَ أَحْمَدُ يُغْسَلُ الصَّحِيْحُ وَتَيَمَّمَ عَنِ الْجَرِيْحِ مِنْ غَيْرِ مَسْحٍ لِلْجَبِيْرَةِ. وَوَجْهُ اْلأَوَّلِ اْلأَخْذُ بِاْلإِحْتِيَاطِ بِزِيَادَةِ وُجُوْبِ مَسْحِ الْجَبِيْرَةِ لِمَا تَأْخُذُهُ مِنَ الصَّحِيْحِ غَالِبًا لِلاِسْتِمْسَاكِ. وَوَجْهُ الثَّانِى أَنَّهُ اِذَاكَانَ اْلأَكْثَرُ الْجَرِيْحَ اْلقَرْحَ فَالْحُكْمُ لَهُ ِلأَنَّ شِدَّةَ اْلأَلَمِ حِيْنَئِذٍ أَرْجَحُ فِى طَهَارَةِ الْعُضْوِ مِنْ غَسْلِهِ بِالْمَاءِ فَاِنَّ اْلأَمْرَاضَ كَفَّارَاتٌ لِلْخَطَايَا
Referensi
Al-Qalyubi, Juz 1/ 97
فَاِنْ تَعَذَّرَ) نَزْعُهُ لِخَوْفِ مَحْذُوْرٍ مِمَّا ذَكَرَهُ فِى شَرْحِ الْمُهَذَّبِ (قَضَى) مَعَ مَسْحِهِ بِالْمَاءِ (عَلَى الْمَشْهُوْرِ) ِلانْتِفَاءِ شُبْهِهِ حِيْنَئِذٍ بِالْخُفِّ وَالثَّانِى لَايَقْضِى لِلْعُذْرِ وَالْخِلاَفُ فِى الْقِسْمَيْنِ فِيْمَا اِذَا كَانَ السَّاتِرُ عَلَى غَيْرِ مَحَلِّ التَّيَمُّمِ فَاِنْ كَانَ عَلَى مَحَلِّهِ قَضَى قَطْعًا لِنَقْصِ الْبَدَلِ وَالْمُبْدَلِ جَزَمَ بِهِ فِى أَصْلِ الرَّوْضَةِ وَنَقَلَهُ فِى شَرْحِ الْمُهَذَّبِ ... اِلَى اَنْ قَالَ: اْلاَظْهَرُ اَنَّهُ اِنْ وَضَعَ عَلَى طُهْرٍ فَلاَ اِعَادَةَ وَاِلاَّ وَجَبَتْ. اِنْتَهَى وَعَلَى الْمُخْتَارِ السَّابِقِ لَهُ لاَ تَجِبُ
Referensi
Al-Qalyubi, Juz 1/ 84
فَإِنْ كَانَ) مَنْ بِهِ الْعِلَّةُ (مُحْدِثًا فَاْلأَصَحُّ اشْتِرَاطُ التَّيَمُّمِ وَقْتَ غَسْلِ الْعَلِيلِ) رِعَايَةً لِتَرْتِيبِ الْوُضُوءِ، وَالثَّانِي يَتَيَمَّمُ مَتَى شَاءَ كَالْجُنُبِ ِلأَنَّ التَّيَمُّمَ عِبَادَةٌ مُسْتَقِلَّةٌ، وَالتَّرْتِيبُ إنَّمَا يُرَاعَى فِي الْعِبَادَةِ الْوَاحِدَةِ. (فَإِنْ جُرِحَ عُضْوَاهُ) أَيْ الْمُحْدِثِ (فَتَيَمُّمَانِ) عَلَى اْلأَصَحِّ الْمَذْكُورِ، وَعَلَى الثَّانِي تَيَمُّمٌ وَاحِدٌ، وَكُلٌّ مِنْ الْيَدَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ كَعُضْوٍ وَاحِدٍ، وَيُنْدَبُ أَنْ يُجْعَلَ كُلَّ وَاحِدَةٍ كَعُضْوٍ .الشَّرْحُ: قَوْلُهُ: (فَتَيَمُّمَانِ) أَيْ إنْ وَجَبَ التَّرْتِيبُ بَيْنَهُمَا وَإِلاَّ كَمَا لَوْ عَمَّتِ الْعِلَّةُ الْوَجْهَ وَالْيَدَيْنِ فَيَكْفِي لَهُمَا تَيَمُّمٌ وَاحِدٌ عَنْهُمَا، وَكَذَا لَوْ عَمَّتْ جَمِيْعَ اْلأَعْضَاءِ لِسُقُوطِ التَّرْتِيبِ
- Link asal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar