Sabtu, 09 Februari 2013

SEPUTAR DZIHAAR LENGKAP


OLEH : Kakek Jhosy
  • ASSALAMUALAIKUM WR WB
SEPUTAR DZIHAAR
الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْكُمْ مِنْ نِسَائِهِمْ مَا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلا اللائِي وَلَدْنَهُمْ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنْكَرًا مِنَ الْقَوْلِ وَزُورًا وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ
Orang-orang yang mendhihar istrinya di antara kamu, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan yang munkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.58:3

وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِن نِّسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِّن قَبْلِ أَن يَتَمَاسَّا ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Orang-orang yang menzihar istri mereka,kemudian mereka hendak menarik kembali apa yangmereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakanseorang budak sebelum kedua suami istri itubercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu,dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.58:4

فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِن قَبْلِ أَن يَتَمَاسَّا فَمَن لَّمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ذَلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيم
Barang siapa yang tidak mendapatkan (budak),maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulanberturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapayang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makanenam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamuberiman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulahhukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang kafir adasiksaan yang sangat pedih.
(Q.S.Al Mujadilah :1-4)

Islam datang menjadi solusi dalam kasus zhihar ini, yang awalnya secara otomatis talak menjadi bukan talak, melainkan sebatas penghalang yang melarang suami menggauli istrinya.Namun kondisi tersebut bisa ditebus dengan beberapa alternatif kaffarat, lihat awal-awal surat Al-Mujaadilah dan sebab turunnya.Berdasarkan sejarah kemunculannya, di kemudian hari zhihar dipahami sebagai penyerupaan istri dengan yang diharamkan secara mutlak.

Asy-Syaikh Abdul Lathif 'Uwaidhah menyebutkan
Dzihaar yaitu kata suami kepada istrinya: kamu bagiku seperti punggung ibuku, yang serupa dengannya pula" seperti punggung saudari perempuanku " seperti punggung bibi dari ibuku"
seperti punggung bibi dari bapakku,atau seperti punggung wanita siapapun yang haram dinikahi suami tersebut.

Referensi
Al-Jaami' li Ahkaami-sh-Shiyaam, hlm 213
الظهار هو قول الزوج لزوجته: أنت علي كظهر أمي, ومثله كظهر أختي, أو كظهر عمتي, أو كظهر خالتي, أو كظهر أية امرأة يحرم عليه الزواج منها

Referensi
Kifayatul akhyar juz 2/495
فصل ) في الظهار : الظهار أن يقول الرجل لزوجته أنت علي كظهر أمي , فإذاقال ذلك ولم يتبعه بالطلاق صار عائدا ولزمته الكفار )

NB.
Jika sang suami mendzihaar istri maka haram menggaulinya sampai si suami bayar kaffarat dzihaar-nya?
Referensi
Kifayatul Akhyar juz 2/496
أحدهما : تحريم الوطء إلى أن يكفر . ولا يحرم سائر الإستمتاعات على الأظهر عند الجمهور....إلخ

Referensi
(30/217) الموسوعة الفقهية الكويتية
إذا ظاهر الرجل من زوجته ، وتحقق ركن الظهار ، وتوافرت شروطه ترتب عليه تحريم المرأة على زوجها ، ولا ينتهي هذا التحريم إلا بالكفارة متى كان الظهار مطلقا عن التقييد بزمن معين ، وذلك لقول النبي صلى الله عليه وسلم لمن وطئ زوجته التي ظاهر منها قبل أن يكفر : » لا تقربها حتى تفعل ما أمرك الله عز وجل « ، إذ نهاه عن العود إلى وطئها ، وجعل لهذا النهي غاية هي التكفير ، فدل هذا على أن الظهار لا ينتهي حكمه إلا بالكفارة ، ولهذا قال الفقهاء : إن الرجل إذا ظاهر من زوجته وفارقها بطلاق بائن بينونة صغرى ، ثم عادت إليه بعقد جديد لا يحل له وطؤها حتى يكفر ، سواء رجعت إليه بعد زوج آخر أو قبله ، وكذلك إذا طلقها ثلاثا وتزوجت برجل آخر ، ثم عادت إليه ، لا يحل له وطؤها قبل أن يكفر ، وعلل ذلك الكاساني في البدائع بأن الظهار قد انعقد موجبا لحكمه وهو الحرمة والأصل أن التصرف الشرعي إذا انعقد مفيدا لحكمه فإنه يبقى متى كان في بقائه فائدة محتملة ، واحتمال عودة المرأة بعد الطلاق إلى زوجها الأول قائم ، فيبقى الظهار ، وإذا بقي فإنه يبقى على ما انعقد عليه ، وهو ثبوت الحرمة التي ترتفع بالكفارة


Dzihaar jika menyamakan semua anggota tubuh yang tampak dari istri dengan ibu anggota yang tampak adalah: perut, mata, tangan, dan kaki dll

Referensi
(10/1043) كتاب الحاوى الكبير ـ الماوردى
مسألة : قال الشافعي رضي الله عنه وإن قال فرجك أو رأسك أو ظهرك أو جلدك أو يدك أو رجلك علي كظهر أمي كان هذا ظهارا

 قال الماوردي أما قوله : بدنك علي كظهر أمي أو نفسك أو ذاتك علي كظهر أمي ، كقوله أنت علي كظهر أمي يكون ( بها ) مظاهرا وهي ألفاظ يعبر بها عن جميع بدنها فصار كقوله أنت علي كظهر أمي
فأما إذا ظاهر من بعض جسدها كقوله فرجك أو رأسك أو يدك أو رجلك أو ظهرك ( أو جلدك ) علي كظهر أمي كان ظهارا منها جميعا كالطلاق إذا أوقعه على بعض جسدها وقع على جميعها، وسواء كان العضو الذي ظاهر منه قد تحيا بفقده كالأنف والأذن أو مما لا تحيا بفقده كالرأس والبطن


Rukun Dzihaar
Rererensi dalam kitab Al-iqna' Lissyarbani  hal 230
وأركان الظهار أربعة صيغة ومظاهر ومظاهر منها ومشبه به
القول في صيغة الظهار وكلها تؤخذ من قوله ( والظهار أن يقول ) أي وصيغته وهو الركن الأول أن يقول ( الرجل ) أي الزوج وهو الركن الثاني ( لزوجته ) أي المظاهر منها وهو الركن الثالث ( أنت علي ) أو مني أو معي أو عندي ( كظهر أمي ) أي مركبي منك حرام كمركبي من أمي وهذا هو المشبه به وهو الركن الرابع فقد حصل من كلام المصنف جميع الأركان ولكن لها شروط فشرط في الصيغة لفظ يشعر بالظهار

Rukun Dzihaar Dari kitab LAIN
Al-Mufashshal fii Ahkaamil-Mar'ah wal-Baitil-Muslim oleh Dr. 'Abdul-Kariim Zaidaan juz 8/293-294; Muassasah Ar-Risalah, Cet. 1/1413?

Jumhur ulama menyebutkan bahwa rukun dhihaar ada empat,
1.    Al-Mudhaahir (orang yang mengucapkan lafadh dhihar , yaitu suami)
2.    Al-Mudhaahir minhaa (objek yang dijatuhi lafadh dhihaar , yaitu istri)
3.    Shiighah (lafadh dhihaar)
4.    Al-Musyabbah bihi (obyek / orang yang diserupakan padanya dalam lafadh dhihaar )


Illat larangan dhihar adalah karena penyerupaan terhadap orang yang haram dinikahi dan digauli selamanya. Oleh karena itu, penyebutan hukum dengan kata 'ibu' tidak menghalangi tetapnya hukum tersebut pada selain ibu jika memang semacamnya.Para ulama telah berbeda pendapat dalam hal ini.

1 Hanafiyyah berpendapat bahwa hal itu tidak terbatas pada punggung saja, namun juga bagian tubuh lain mahram yang tidak bisa dilihat oleh orang yang men- dhihar ; seperti perut, paha, atau farji
(Badaai'ush-Shanai ' _3/233)

2 Hanaabilah berpendapat bahwa dhihar juga terjadi jika suami menyamakan istrinya dengan bagian-bagian tubuh lain dari mahram abadinya. Misalnya ucapannya: 'Engkau bagiku seperti punggung ibuku' atau 'seperti perut ibuku' atau 'seperti tangan ibuku' atau'seperti kaki ibuku' . Dikecualikan dalam hal ini anggota tubuh yang tidak tetap [4] seperti rambut dan kuku
(Kasysyaaful-qinaa ' ( juz 3/227)

3 Syaafi'iyyah berpendapat bahwa jika anggota tubuh (mahram abadi) tidak disebutkan untuk maksud pemuliaan secara kebiasaan / adat, dan ia mengharamkan untuk bersenang-senang dengannya; maka dhihar terjadi - seperti penyerupaan terhadap tangan. Namun jika suami menyebutkan anggota tubuh yang punya kemungkinan untuk maksud pemuliaan seperti mata ibu, maka ini tergantung dari niat di pengucap. Jika ia meniatkan dengan ucapannya itu untuk dhihar , maka dhihar itu terjadi. Jika tidak, maka tidak terjadi (Nihaayatul-Muhtaaj  juz 7/77)

4 Maalikiyyah berpendapat dhihar terjadi jika suami menyebutkan bagian tubuh mahram (abadi)-nya, meskipun sehelai rambut atau air ludah
(Asy-Syarhul-Kabiir oleh Ad-Dardiir juz 2/439-440)


Adapun Dhahiriyyah, maka mereka berpendapat dhihar hanya terjadi pada penyerupaan terhadap punggung ibu saja, tidak kepada yang lainnya
( Al-Muhallaa juz 10/50)

Dapat kita lihat bahwa jumhur ulama berpendapat bahwa dhihar juga terjadi jika suami menyerupakan istrinya dengan anggota tubuh selain punggung. Namun mereka berbeda dalam perinciannya.Dhihar dalam nash-nash Al-Qur'an dan As-Sunnah hanya terkait dengan penyamaan terhadap punggung. Inilah yang disepakati. Adapun anggota tubuh selain itu yang disebutkan dengan niat dhihar , maka ini permasalahan ijtihadiyyah . Asy-Syaikh Husain bin 'Audah Al-' Awaaisyah hafidhahullah menguatkan pendapat Ibnu Hazm rahimahulah
(Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Muyassarah juz 5/360)


Para ulama telah sepakat tentang hal ini
(lihat Ahkaamul-Qur'aan oleh Ibnul'Arabiy juz 4/189)
Fatwa Ulama Kaitannya Tentang Dhihar
السؤال : هل يجوز للرجل أن يقول لزوجته يا أختي بقصد المحبة فقط, أو يا أمي بقصد المحبة فقطفأجاب : نعم, يجوز له أن يقول لها يا أختي, أو يا أمي , وما أشبه ذلك من الكلمات التي توجب المودة والمحبة, وإن كان بعض أهل العلم كره أن يخاطب الرجل زوجته بمثل هذه العبارات, ولكن لا وجه للكراهة, وذلك لأن الأعمال بالنيات, وهذا الرجل لم ينو بهذه الكلمات أنها أخته بالتحريم والمحرمية, وإنما أراد أن يتودد إليها ويتحبب إليها, وكل شيء يكون سببا للمودة بين الزوجين, سواء كان من الزوج أو الزوجة فإنه أمر مطلوب
(Pertanyaan )
Bisakah suami memanggil istrinya "Ya Ukhti" (wahai saudariku) atau " Ya UmmI(wahai ibuku) karena dorongan kecintaan saja?.Beliau menjawab : Ya, dibolehkan bagi suami untuk memanggil istrinya dg panggilan "Ya Ukhti", atau " Ya Ummi ", atau panggilan-panggilan lain yg dapat mendatangkan rasa sayang dan cinta.Meskipun sebagian ulama me- makruh -kan bila seorang suami memanggil istrinya dg panggilan-panggilan yg seperti ini, namun hukum makruh ini tidaklah tepat, karena setiap amalan itu tergantung niatnya, dan orang ini tidak meniatkan dg panggilan-panggilan itu, bahwa istrinya adalah saudarinya yg diharamkan atau mahrom -nya. Tidak lain ia hanya bermaksud menampakkan rasa sayang dan cintanya, dan setiap sesuatu yg membuat / mendatangkan rasa sayang antara dua mempelai, baik dilakukan oleh suami atau istri, maka hal itu adalah sesuatu yg dianjurkan.

(Sumber: Fatawa Nurun Alad Darb hal: 19)

Dalam kitabnya Syarhul Mumti  beliau juga mengatakan:
فإذا قال: يا أمي تعالي, أصلحي الغداء فليس بظهار, لكن ذكر الفقهاء - رحمهم الله - أنه يكره للرجل أن ينادي زوجته باسم محارمه, فلا يقول: يا أختي, يا أمي , يا بنتي, وما أشبه ذلك, وقولهم ليس بصواب; لأن المعنى معلوم أنه أراد الكرامة, فهذا ليس فيه شيء, بل هذا من العبارات التي توجب المودة والمحبة والألفة
Jika seorang suami mengatakan kepada istrinya:
ya Ummi ! Kemarilah, siapkan makan siang " ini bukanlah" zhihar "
Namun para ahli fikih - rohimahumulloh - menyebutkan bahwa: di- makruh -kan untuk seorang suami memanggil istrinya dg sebutan mahrom-mahromnya, sehingga tidak bisa baginya memanggil istrinya: "ya Ukhti", " ya ummi "_" ya binti
dan yg semisalnya. Kata mereka ini tidaklah benar, karena makna dari panggilan itu sudah maklum, bahwa si suami berarti memuliakan istrinya, maka ini tidaklah mengapa, bahkan panggilan-panggilan seperti ini dapat mendatangkan rasa sayang, cinta, dan keakaraban.

(Sumber: Syarhul Mumti '13/236)Dalam kitab Al-Mughni juz 8 hal. 557, Ibnu Qudamah mengatakan,
فصل: وإن قال أنت علي كأمي أو مثل أمي ونوى به الظهار فهو ظهار في قول عامة العلماء منهم أبو حنيفة وصاحباه و الشافعي و إسحاق وإن نوى به الكرامة والتوقير أو انها مثلها في الكبر أو الصفة فليس بظهار والقول قوله في نيته
(Pasal)
Kalau dia mengucapkan," Kamu bagiku seperti ibuku "dan dia mengucapkan itu dengan niat zihar maka itu adalah zihar menurut semua ulama, antara lain Abu Hanifah dan kedua muridnya, Asy Syafi-i dan Ishaq. Tapi kalau ucapan itu dia niatkan (maksudkan) sebagai pemuliaan, penghargaan atau memang kenyataan dia sama dengan ibunya dalam hal usia tua atau sifat maka itu bukan termasuk zihar. Dalam hal ini harus merujuk kepada pengakuannya sendiri tentang apa yang dia niatkan dari ucapan itu.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:Dalam Majmu 'Al-Fatawa juz 34 hal. 5 (terbitan Dar Al-Wafa `tahun 2005, tahqiq: Anwar al-Baz dan Amir Al-Jazzar) disebutkan:
سئل شيخ الإسلام أحمد بن تيمية - قدس الله روحه -:عن رجل قال لامرأته: أنت علي مثل أمي وأختي?فأجاب:إن كان مقصوده أنت علي مثل أمي وأختي في الكرامة فلا شيء عليه. وإن كان مقصوده يشبهها بأمه وأخته في "باب النكاح" فهذا ظهار عليه ما على المظاهر فإذا أمسكها فلا يقربها حتى يكفر كفارة ظهار
Syaikhul Islam Ahmad bin Taimiyah-semoga Allah menyucikan ruhnya-ditanya tentang seorang laki-laki yang berkata kepada istrinya," Kamu bagiku bagaikan ibuku atau saudari perempuanku "?Dia menjawab,"Kalau maksudnya adalah" Kamu bagiku bagaikan ibu atau saudariku dalam hal penghormatan "maka tidak ada apa-apa pada dirinya (tidak ada masalah). Tapi kalau maksudnya adalah menyamakan istrinya itu dengan ibu atau sudarinya dalam hal pernikahan maka itu adalah zihar dan berlakulah hukum zihar kepadanya dan kalau dia tidak juga mencerai istrinya itu maka dia tidak bisa menggaulinya sebelum membayar kaffarah zihar.


Al-Khaththabi dalam Ma'alim As-Sunan juz 3 / 249 cetakan Mathba'ah Ilmiyyah - Halab mengatakan,
وذلك أن من قال لامرأته أنت كأختي وأراد به الظهار كان ظهارا كما تقول أنت كأمي, وكذلك هذا في كل امرأة من ذوات المحارم, وعامة أهل العلم أو أكثرهم متفقون على هذا إلا أن ينوي بهذا الكلام الكرامة فلا يلزمه الظهار
Karena bila seorang mengatakan kepada istrinya," Kamu seperti saudariku ", dan dengan itu dia maksudkan sebagai zihar maka itu adalah zihar sama halnya kalau dia bilang," Kamu seperti ibuku ". Hal yang sama terjadi pada semua wanita mahramnya. Banyak ulama atau sebagian besarnya sepakat akan hal itu, kecuali kalau niatnya dengan ucapan tersebut hanyalah penghormatan maka tidak ada konsekuensi zihar pada dirinya.

Fatwa Komisi Tetap untuk Fatwa Arab Saudi:Dalam kitab kumpulan Fatwa Lajnah Ad-Da `imah yang disusun oleh Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy juz 20 /274 disebutkan?

السؤال الأول من الفتوى رقم (557) س : يقول بعض الناس لزوجته: أنا أخوك وأنت أختي. فما الحكم؟
ج: إذا قال الزوج لزوجته: أنا أخوك أو أنت أختي, أو أنت أمي أو كأمي, أو أنت مني كأمي أو كأختي - فإن أراد بذلك أنها مثل ما ذكر في الكرامة أو الصلة والبر أو الاحترام أو لم يكن له نية ولم يكن هناك قرائن تدل على إرادة الظهار, فليس ما حصل منه ظهارا, ولا يلزمه شيء, وإن أراد بهذه الكلمات ونحوها الظهار, أو قامت قرينة تدل على الظهار مثل صدور هذه الكلمات عن غضب عليها أو تهديد لها فهي ظهار, وهو محرم, وتلزمه التوبة, وتجب عليه الكفارة قبل أن يمسها, وهي: عتق رقبة, فإن لم يجد فصيام شهرين متتابعين, فإن لم يستطع فإطعام ستين مسكينا.وبالله التوفيق, وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاءعضو ... عضو ... نائب الرئيس ... الرئيسعبد الله بن منيع ... عبد الله بن غديان ... عبد الرزاق عفيفي ... إبراهيم بن محمد آل الشيخ
Pertanyaan pertama dari fatwa nomor 557:
Tanya: Ada sebagian orang yang berkata kepada istrinya,
Aku adalah saudaramu dan kamu adalah saudariku" apa hukumnya hal itu?Jawab: Bila seorang suami berkata kepada istrinya,,Kamu adalah saudariku, atau seperti saudariku, atau kamu adalah ibuku atau seperti ibuku, atau " bagiku kau sama dengan saudariku atau ibuku" kalau ucapan itu dimaksudkan untuk penghormatan atau penghargaan atau hubungan baik semata atau tidak ada niat apa-apa dan tidak ada petunjuk yang mengarahkan bahwa itu diucapkan untuk zihar maka dia bukanlah zihar.Tapi kalau dia memaksudkannya untuk zihar atau ada petunjuk yang mengawali bahwa ini adalah zihar, semisal dia mengucapkannya dalam keadaan marah, maka itu adalah zihar dan itu haram sehingga dia harus bertobat dan wajib membayar kaffarah sebelum menggauli istrinya itu, yaitu dengan membebaskan seorang budak, kalau tidak sanggup maka berpuasa dua bulan beruturut-turut, kalau tidak sanggup maka dengan memberi makan 60 orang miskin.Hanya kepada Allah-lah kami mohon taufik, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam, para keluarga dan para sahabat beliau.Komisi Tetap untuk Penelitian Ilmiyah dan FatwaTtdIbrahim bin Muhammad Ali Syaikh (ketua)Abdurrazzaq Afifi (wakil ketua)Abdullah bin Ghudayyan (anggota)Abdullah bin Mani '?
(Wallahu a'lam bis showab)

Tambahan sedikit
Referensi
Mukhtashor Al-fiqhul Islami hal 846
 الظهار : هو تشبيه زوجته أو بعضها بكل أو ببعض مَنْ تحرم عليه أبداً كقوله: أنت عليّ كأمي، أو كظهر أختي ونحو ذلك

حكمة إبطال الظهار
كان الرجل في الجاهلية يغضب على امرأته لأمر من الأمور ثم يقول: (أنت عليَّ كظهر أمي) فتطلق منه
فلما جاء الإسلام أنقذ المرأة من هذا الحرج، وبيَّن أن الظهار منكر من القول وزور؛ لأنه قائم على غير أصل، فالزوجة ليست أماً حتى تكون محرمة كالأم، وأبطل هذا الحكم، وجعل الظهار محرِّماً للمرأة حتى يكفِّر زوجها عمَّا حصل منه كفارة الظهار

 حكم الظهار
 حكم الظهار :  حرام، وقد ذم الله المظاهرين بقوله ( الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْكُمْ مِنْ نِسَائِهِمْ مَا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنْكَرًا مِنَ الْقَوْلِ وَزُورًا وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ ) المجادلة

 إذا ظاهر الرجل من امرأته وأراد أن يطأها حَرُم عليه وطؤها حتى يكفر كفارة الظهار

 صور الظهار
 يكون الظهار مُنَجَّزاً كقوله: (أنتِ عليَّ كظهر أمي
ويكون معلقاً كقوله: (إذا دخل رمضان فأنتِ عليَّ كظهر أمي
ويكون مؤقتاً كقوله: (أنت علي كظهر أمي في شهر شعبان مثلاً) فإن خرج الشهر ولم يطأها فيه زال الظهار، وإن وطئها في شعبان فعليه كفارة الظهار

 إذا ظاهر الزوج من زوجته أخرج الكفارة قبل الوطء، فإن وطئ قبل إخراجها أثِم وعليه إخراجها
حكم كفارة الظهار
كفارة الظهار تجب بالترتيب الآتي
  عتق رقبة مؤمنة
 فإن لم يجد صام شهرين متتابعين، ولا يقطع التتابع الفطر في العيدين، والحيض ونحوهما
 فإن لم يستطع أطعم ستين مسكيناً من قوت بلده، كل مسكين نصف صاع ( كيلو وعشرين جراماً )  تقريباً، وإن غدَّى المساكين أو عشَّاهم كفى

قال الله تعالى( وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ ) فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ذَلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ (المجادلة/3 - 4
 الله رؤوف بعباده حيث جعل إطعام الفقراء والمساكين كفارة للذنوب، وماحية للآثام
إذا قال لزوجته: إذا ذهبت إلى مكان كذا فأنت علي كظهر أمي: فإن قصد بذلك تحريمها عليه فهو مظاهر، ولا يقربها حتى يكفر كفارة الظهار
وإن قصد به منعها من هذا الفعل ولم يقصد تحريمها فلا تحرم عليه، ويجب عليه كفارة يمين ثم ينحل يمينه
 إذا ظاهر من نسائه بكلمة واحدة لزمه كفارة واحدة، وإن ظاهر منهن بكلمات لزمه لكل واحدة كفارة
  • Link Asal
http://www.facebook.com/groups/382134218524606/permalink/452986411439386/?comment_id=453375388067155&notif_t=like

Tidak ada komentar:

Posting Komentar